Dihubungi terpisah, Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN), Rofiyasifun menambahkan, saat ini harga telur ditingkat peternak mencapai Rp 25.000 sampai Rp 27.000.
Dari jumlah tersebut, maka harga telur yang diterima konsumen berkisar Rp 30.000 sampai Rp 32.000 per kilogram.
Hal tersebut menurut Rofiyasifun adalah wajar, pasalnya harga pakan Soybean Meal (SBM) dan Meat Bone Meal (MBM) yang diimport dari luar negeri turut mengalami kenaikan.
"Peternak agar bisa bertahan situasi saat ini, maka harga di on farm tidak boleh kurang dari Rp 25.000," ujar Rofiyasifun kepada Tribunnews.
"Harga telur di konsumen Rp 30.000 di on farm Rp 25.000 sampai Rp 27.000 adalah wajar, karena itu harga keekonomian. Karena tingginya biaya pakan/produksi," sambungnya.
Di sisi lain, Rofiyasifun mengatakan, naiknya harga telur sejalan dengan permintaan yang meningkat. Salah satunya melalui program yang diusung pemerintah yakni bansos telur dan ayam pada 2,4 juta KRS.
"Demand naik karena adanya tambahan permintaan telur untuk program KRS," terangnya.
"Bulan syawal ini demand naik tinggi, karena banyak orang punya hajatan. Cuaca ekstrem produksi terganggu atau turun," lanjutnya.
Tembus Rp40.000 per Kg
Kenaikan harga telur ayam yang menembus Rp40.000 per kg, membuat pedagang dan masyarakat mengeluh, bahkan sampai ada yang memilih membeli telur ayam dengan kondisi pecah karena lebih murah.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) menyampaikan, kenaikan harga telur ayam pada saat ini karena tidak ada upaya serius dari pemerintah.
"Tidak terdapat upaya melakukan penurunan harga telur, sehingga harga telur secara nasional naik," kata Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI, Reynaldi Sarijowan.
Catatan dari IKAPPI, harga telur di Jabodetabek berada pada kisaran Rp 31 ribu sampai Rp34 ribu per kilogram. Harga tersebut telah naik dari Rp28 ribu.
Bahkan, kata Reynaldi, harga telur di luar pulau Jawa jauh melampaui harga di Jabodetabek.