TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Serangan siber kembali menyerang sebuah lembaga keuangan nasional.
Setelah pada pekan lalu sebuah bank harus berjibaku selama beberapa hari karena serangan malware, pada Senin (22/5/2023) kemarin giliran PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) sistem layanannya eror.
Sejumlah nasabah mengeluhkan layanan perusahaan tersebut akibat mereka tak bisa membayar kredit di T BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN).
Baca juga: Bermitra dengan Thales, Badan Siber dan Sandi Negara Perkuat Kemanan Siber Indonesia
Berdasarkan pantauan KONTAN di media sosial, Rabu (24/5), BFI sempat mengumumkan perihal gangguan jaringan sejak 2 hari yang lalu.
"Kami menginformasikan bahwa saat ini BFI Finance sedang melakukan pemeliharaan sistem dan jaringan. Untuk terus berkomitmen melayani Anda semua. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya dan hati-hati terhadap segala penipuan yang mengatasnamakan BFI Finance," tulis BFI dalam akun Twitter.
Namun, gangguan tersebut masih terjadi sampai saat ini. Hal itu dibuktikan dari keluhan para nasabah yang tak bisa mengakses layanan BFI Finance.
"Gimana nih min sudah 4 hari terlambat gara-gara sistem eror terus. Saya enggak mau kena denda," ucap salah satu netizen dengan username @AyuwSityu di Twitter.
"Dear Min, sampai kapan gangguan?" tulis akun Twitter @HendraSutoyo.
"Min, saya mau bayar pakai Mbanking maupun ke Alfamart tidak bisa sampai kapan ini," tulis netizen lain dengan username @SHUN_CHAN_CHAN.
Terkait keluhan para nasabah, BFI Finance melalui Twitter-nya meminta maaf atas kendala tersebut. Mereka juga melalui Direct Message (DM) untuk menyampaikan keluhan dan info soal detail alternatif cara pembayarannya.
Baca juga: BFI Finance Lakukan Tranformasi ke Digital Pembiayaan
Terkait permalasahan tersebut, Direktur BFI Finance Sudjono menerangkan gangguan tersebut karena adanya serangan siber.
"Kami menginformasikan pada 21 Mei 2023, perseroan telah mengalami serangan siber. Sebagai antisipasi, perseroan melakukan temporary switch off beberapa sistem utama yang menyebabkan terganggunya layanan konsumen dan sebagian kegiatan operasional perseroan," tulis dia dalam keterangan keterbukaan informasi, Rabu (24/5).
Sudjono menyampaikan sampai saat ini belum ada indikasi adanya kebocoran data konsumen.
Dia mengatakan perseroan telah melakukan penanganan sesuai protokol dan dilanjutkan dengan upaya pemulihan layanan kepada konsumen dan kegiatan operasional.
Baca juga: BFI Finance Lunasi Utang Jatuh Tempo Sebesar Rp 400 Miliar
Terkait hal itu, Pengamat Teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan BFI Finance cukup fair mengakui bahwa mereka terkena serangan siber.
Namun, dia beranggapan BFI Finance perlu segera melakukan audit forensik atau pemeriksaan secara keseluruhan terkait serangan siber tersebut.
"Masuk serangan dari mana? Siapa yang melakukan? Data apa saja yang berpotensi bocor," ucap dia, Kamis (25/5/2023).
Menurut dia, apabila serangan siber tak diselesaikan, tentu akan menimbulkan bermacam masalah, seperti layanan yang tidak bisa diakses nasabah, tampilan, aplikasi, dan data transaksi bisa saja diubah.
Selain itu, data transaksi, perusahaan, dan nasabah juga berisiko besar dicuri para pelaku.
Heru menyampaikan sistem BFI Finance yang di-switch saat kejadian serangan siber perlu diwaspadai juga oleh perusahaan.
"Kalau sistem di switch off sebelum peretasan, mungkin aman, kalau setelah peretasan, kemungkinan besar tidak aman karena kejadian sudah berlangsung.
Sama saja rumah dicuri habis itu pintu gerbang ditutup, pencuri sudah kabur dan bawa curian.
Memang ada potensi aman apabila penjahat siber belum melakukan apa-apa atau pencurian masih belum selesai dilakukan," kata dia.
Heru pun berpendapat jika tak diperiksa secara menyeluruh, ada potensi data telah dicuri dan ujung-ujungnya nanti meminta tebusan.
Menurut dia, dengan kejadian kali ini dan BSI, mengindikasikan sektor keuangan Indonesia masih dalam bahaya ancaman kejahatan siber yang lebih besar dan masif.
Oleh karena itu, dia mengatakan perlu adanya upaya pencegahan yang jelas dari perusahaan maupun otoritas agar hal tersebut tak terulang lagi.
"Jika kejahatan siber mengacak-acak sektor keuangan, tidak hanya konsumen yang dirugikan karena data dicuri, tetapi juga kredibilitas dan kepercayaan terhadap perusahaan akan terganggu," ungkap dia. (Ferry Saputra)
Sumber: Kontan