"Jadi artinya PP ini bukan memitigasi krisis iklim, tapi malah mempercepat hancurnya dan tenggelamnya pulau-pulau kecil yang merupakan ciri dari indonesia," sambungnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan, peraturan ekspor pasir laut memuat substansi yang terkesan mengobral.
"Kalau kita baca PP nya dengan benar, pemeritah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) paham PP nya itu. Karena, dari penjelasan-penjelasannya saya mendengar kayaknya enggak paham juga substansinya ini. Dengan jelas ini tujuannya bisnis, tetapi PP ini menggunakan topeng scientific," kata Parid.
Parid mengatakan, penggunaan kata sedimentasi sendiri dalam beleid tersebut justru memiliki desain istilah kata yang halus. Padahal, kata dia PP sebelumnya menggunakan kata 'penambangan pasir laut'.
Baca juga: Kebijakan Ekspor Pasir Laut, Anggota DPR: Presiden Jokowi Harus Lebih Jeli Lihat Dampak Negatifnya
"Nah ini penyusunan ini sudah mendesain dengan baik bahasanya. Supaya kita tidak kritis, pakai sedimentasi laut," ujar dia.
"Kalau kita baca di dalam PP ada bahasa pemanfaatan jadi menghindari kata penambangan. Menghindari kata-kata yang dianggap kontroversi," sambungnya.
Menurut Parid, PP tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut dinilai menyamaratakan semua yang ada di laut itu sedimentasi. Padahal kata Parid, hal tersebut merupakan kesalahan pemahaman.
Parid berujar, pasir yang membentang di laut itu sangat terikat dengan ekosistem esensial seperti mangrove dan terumbu karang sebagai penanda keseimbangan laut di Indonesia.
"Dari situ PP itu keliru banget, awalnya hancur-hancuran enggak paham karena tujuannya bisnis," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, dalam Pasal 9 PP Nomor 26 Tahun 2023 disebutkan bahwa pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur merupakan hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan.
Salah satu pemanfaatannya, pasir laut dapat diekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, bunyi ayat (2).
Trenggono mengklarifikasi bahwa terbitnya PP ini untuk mengatur akan kebutuhan reklamasi di Indonesia yang begitu besar.
"Salah satu hal yang akan saya sampaikan bahwa kebutuhan reklamasi dalam negeri begitu besar," katanya.
"Kalau enggak diatur, maka bisa jadi pulau-pulau diambil untuk reklamasi atau sedimen di laut malah diambil. Akibatnya kerusakan lingkungan," lanjut Trenggono.