Mufti merasa heran pada Kemendag yang tidak melaksanakan aturan yang termaktub dalam Permendag.
Pada aturan tersebut disebutkan bahwa izin importasi bawang putih bisa diterbitkan lima hari setelah keluarnya RIPH.
"Kami ingin tanya kenapa? Padahal, ada Permendag payung hukum yang mengatur itu bahwa mereka yang sudah dapat RIPH mereka bisa terbitkan maksimal lima hari setelah RIPH itu keluar," ucapnya.
Lebih lanjut Mufti juga mendapatkan laporan ada importir dimintai uang Rp3.000 sampai Rp 4.000 per kilogram untuk mendapatkan izin bawang putih.
Dia menduga tindakan tersebut dilakukan oleh mafia bawang putih.
"Bahkan, pak menteri kalau kita total, dalam satu tahun saja ada 500 ribu impor bawang putih berarti ada sekitar 1,5 triliun rupiah uang yang dinikmati mafia impor bawang putih," katanya.
Mufti mengaku terkejut lantaran para mafia bawang putih secara terang-terangan melakukan aksinya.
Pasalnya, dia mendapatkan informasi bahwa importir banyak menerima pesan singkat yang menawarkan jasa penerbitan izin impor bawang putih.
Namun dengan syarat, importir harus membayarkan sejumlah uang.
"Banyak SMS menawarkan ke importir bahwa ini dari KSP, dari ini itu pokoknya bayar Rp 3.000 kita akan keluarkan izin impor itu. Maka dari itu hal-hal seperti ini bisa diatasi agar tidak menciderai nama baik pak menteri," ucapnya.
Oleh sebab itu, Mufti mendorong Kemendag segera membentuk Satgas Pemberantasan Bawang Putih.
Ombudsman Wanti-wanti Kemendag Agar Transparan
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) meminta kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan RI (Kemendag) untuk lebih transparan atas kebijakan impor bawang putih.
Komisioner Ombudsman Yeka Hendra Fatika mewanti-wanti Kemendag terkait transparansi tersebut, sebab jika abai, terbuka kemungkinan pihaknya bakal melakukan investigasi.