TRIBUNNEWS.COM -- Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) Teten Masduki terus mencari cara agar para pelaku UMKM terbebas dari jerat rentenir.
Tak dipungkiri, kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional cukup besar dengan porsi 97 persen untuk lapangan kerja.
Teten Masduki mengatakan, UMKM harus memanfaatkan pembiayaan di luar perbankan karena masih ada jutaan yang juga masih pinjam ke rentenir.
"Sebenarnya, sebagian besar juga belum ambil perbankan karena 30 juta UMKM kita masih gunakan pembiayaan dari pribadi keluarga dan 6 juta masih akses ke rentenir. Jadi, ini permasalahan kita," ujarnya di Gedung BEI, Rabu (7/6/2023).
Baca juga: Kementerian BUMN Latih UMKM Anak Muda Solo Tembus Pasar Luar Negeri
Justru karena ini, yang jadi PR pihak terkait karena 97 persen itu disediakan oleh mikro..
"Bisa dibayangkan kualitas lapangan kerja kita, bayangkan yang kerja di Warung Tegal, atau pekerja mandiri seperti tukang bubur dan lainnya," katanya.
Dia menambahkan, kondisi mayoritas UMKM tersebut berbeda dengan Korea Selatan yang maju dalam sisi teknologi dan inovasi produk.
"Kalau dibandingkan negara lain, saya baru pulang dari Seoul, sama juga di sana struktur ekonominya 99,9 persen juga UMKM. Jadi, yang besar 0,1 persen, tapi di sana yang besar dan kecil inovasi teknologi dan produknya, sehingga pertumbuhan ekonomi baik,"
Menurutnya, perekonomian Indonesia akan semakin sehat jika UMKM tidak meminjam dana dari lintah darat yang memasang bunga hingga ratusan persen.
Salah satu cara yang dilakukan adalah membuat mereka semakin mandiri dengan pembiayaan tanpa riba yang mencekik, menurut Teten salah satu cara yang dilakukan adalah memperkenalkan UMKM dan agar ikut bermain di bursa efek.
Baca juga: Kuatkan Ekonomi Kerakyatan, PAN Akan Dirikan Sentra UMKM Binaan
Langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan kesepakatan kerja bersama untuk mempercepat semakin banyak UMKM yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kemenkop UKM jelasnya, mendorong agregasi atau pengumpulan menjadi satu para pelaku UMKM agar bisa mencatatkan saham perdana atau listing di BEI.
Menurutnya, Papan Akselerasi di BEI jadi satu kebijakan yang bagus dalam memberi kemudahan bagi UMKM untuk listing di Bursa.
"Memang kalau kita menunggu yang kecil ini organik tumbuh begitu akan lama. Tadi saya sudah ngobrol, banyak kegiatan usaha sejenis kayak warung bakso, warteg-warteg yang sebenarnya bisa kita agregasi," ujarnya di Gedung BEI, Rabu (7/6/2023).
Baca juga: BNI Memberangkatkan 15 UMKM F&B Lokal ke Seoul Food & Hotel 2023
Dengan agregasi tersebut, maka pelaku usaha kecil bisa jadi menengah dan meramaikan Bursa dengan kategori aset tidak lebih dari Rp50 miliar.
"Diagregasi, sehingga nanti kalau minimum nilainya Rp50 miliar itu ya bisa, tapi memang perlu ada keterlibatan inkubator. Nah, inkubator IDX ini berperan untuk mendampingi mereka, merapikan juga sistem keuangan, dan saya kira nanti mungkin kita akan coba pendekatan itu,' katanya.
Lebih lanjut, Teten menambahkan, saat ini baru ada 33 UKM yang telah melantai di Bursa dengan masuk dalam Papan Akselerasi.
"Kalau sekarang kan baru ada 33 itu karena satu per satu, jadinya tumbuh organik. Tidak ada proses agregasinya, mengkonsolidasi usaha-usaha sejenis agar skala ekonomi bisa masuk batas minimum tadi," pungkasnya.
Teten juga menargetkan tambahan 100 UMKM bisa catatkan saham perdana atau listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, sekarang baru ada 33 usaha kecil dan menengah yang sudah listing di Bursa.
"Ya kita sama-sama lah, tadi kan dari Kadin juga ada ya, nanti dari kami juga ada. Targetnya 100 UMKM listing, berapa lama? Wah itu nggak bisa cepat, kita lihat dulu, dengan MoU ini mestinya bisa lebih cepat, tidak organik seperti sekarang," ujarnya.
Baca juga: Kuatkan Ekonomi Kerakyatan, PAN Akan Dirikan Sentra UMKM Binaan
Karena itu dengan adanya penandatanganan nota kesepahaman dengan BEI, diharapkan bisa mempercepat UMKM melantai di Bursa.
"Tapi, kalau kita akselerasi dan kerja sama dengan MoU ini mungkin nanti dengan pendekatan inkubasi dan kita agregasi. Insha Allah bisa," katanya.
Adapun cara mempercepat tersebut, di antaranya melalui proses agregasi atau pengumpulan menjadi satu para pelaku UMKM agar nilai atau value pasarnya lebih besar.
"Banyak sebenarnya, kalau diagregasikan, bisa terhubung warung-warung itu ada 3,5 juta. Cuma value-nya kan sekarang masih satu satu, sehingga market-nya kan nggak bisa dihitung berapa share terhadap market, padahal itu gede banget," pungkasnya.
Butuh Mentoring
UKM didorong terus meningkatkan kapasitas usaha dan memperluas pasarnya agar bisnisnya terus berkembang dan naik kelas.
Untuk itu dibutuhkan dukungan mentoring untuk memandu mereka dalam menapaki babak baru sekaligus mengakselerasi skala usahanya.
Menurut Ketua Umum Jakarta Entrepreneur Club (Jakec) Marcos Nasution, pengusaha UKM perlu terus belajar dari mentor berpengalaman dan sudah terbukti sukses membesarkan usaha yang digeluti untuk bisa naik kelas.
Salah satu upaya yang ditempuh Jakec adalah dengan menggelar kelas pelatihan UKM bertajuk 'Saatnya UKM Naik Kelas' dengan mendatangkan mentor berpengalaman di Jakarta, baru-baru ini.
“Lewat seminar ini kami mendorong pengusaha UKM untuk punya impian dan cita-cita lebih tinggi, membawa bisnis mereka naik kelas dan bisa menjadi perusahaan yang go public di lantai bursa dengan kinerja keuangan yang baik," ujarnya.
Kelas seminar 'Saatya UKM Naik Kelas' menampilkan mentor dari kalangan pengusaha yang juga Ketua Umum Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama, Witjaksono.
Pria yang akrab disapa Mas Witjak ini sebelumnya pernah melejitkan beberapa pengusaha muda dengan perusahaan yang bergerak di bidang perikanan, percetakan kemasan dan berbagai jenis industri lain sukses melantai di pasar modal.
Mas Witjak menuturkan saat ini dirinya sedang mengembangkan bisnisnya dengan menarik investor dari AS dan Eropa untuk masuk ke Indonesia.
"Untuk mengembangkan bisnis, pengusaha harus menguasai akuntansi dasar. Meningkatkan nilai perusahaan dengan dua cara. Pertama menambah hutang, dan kedua menambah equity. IPO adalah tingkatan tertinggi bagi pengusaha untuk mendapatkan uang dan meningkatkan nilai perusahaan," katanya.
Ia mendorong banyak pelaku usaha UKM untuk maju dan terus membekali diri dengan ilmu dan terus memperluas jaringan bisnis. “Terus belajar bekali diri untuk modal dasar naik kelas. Karena ilmu mengiringi kenaikan level usaha kita,” ujarnya.
Kelas seminar ini diikuti 200 peserta yang rata-rata adalah pengusaha UKM yang tergabung dalam Komunitas Jakarta Entreperenur Club (Jakec).
Dia berharap ke depan bisa lebih banyak lagi diselenggarakan kelas seminar sejenis untuk meningkatkan skala usaha UKM Indonesia hingga bisa listing di pasar modal dengan didukung roadmap bisnis yang jelas.
“Hampir semua pengusaha yang masuk daftar orang terkaya di Indonesia memiliki perusahaan publik,” ujar pengusaha asal Pati, Jawa Tengah, ini.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Bank Indonesia (BI), sampai Januari 2023 sebanyak 833 perusahaan di Tanah Air sudah melantai di pasar modal.
Pengurus Jakarta Entreneur Club Noval Aspani mengajak pengusaha UKM lainnya bergabung di kelas-kelas seminar lainnya yang akan diselenggarakan Jakec di kesempatan berikutnya. "Kami siap membimbing sampai melantai di bursa saham,” kata dia. (Tribunnews.com/Yanuar R Yovanda/Choirul Arifin)