News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rupiah Jumat Ini Diprediksi Menguat Jelang Pengumuman Suku Bunga The Fed

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Masagung Money Changer, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan menguat pada perdagangan hari ini, Jumat (21/7/2023) setelah kemarin rupiah ditutup naik tipis 2 poin ke Rp 14.986 per dolar AS.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diramal menguat pada hari ini, Jumat (21/7/2023), dari kemarin ditutup naik tipis 2 poin ke Rp 14.986 per dolar AS.

Analis pasar uang sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, rupiah dapat lanjutkan penguatan hingga Rp 14.960.

"Untuk Jumat, mata uang rupiah fluktuatif. Namun ditutup menguat di rentang Rp 14.960 per dolar AS hingga Rp 15.030 per dolar AS," ujar dia melalui risetnya, Jumat (21/7/2023).

Dia menjelaskan, sentimen eksternal yang mempengaruhi rupiah adalah dolar AS tetap lemah, tetapi pedagang telah mulai mengkuadratkan posisi menjelang pertemuan Federal Reserve atau Bank Sentral AS pekan depan.

"Dengan bank sentral secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin," katanya.

Fokus sebagian besar, lanjut Ibrahim, tetap pada apakah Fed akan memberi sinyal jeda yang diperpanjang dalam siklus kenaikan suku bunga. "Mengingat pelemahan inflasi AS baru-baru ini," tutur dia.

Sentimen lain yang mempengaruhi rupiah, antara lain inflasi tinggi menyeret Jerman ke dalam resesi pada kuartal I 2023, begitu pula Singapura yang terancam masuk ke jurang resesi, sehingga hal ini menunjukan bahwa resesi global masih akan berlangsung.

Namun, resesi ini tidak akan merembet ke Indonesia, meski memiliki hubungan perdagangan dengan kedua negara tersebut.

Karena Indonesia memiliki struktur ekonomi yang lebih bergantung kepada permintaan domestik bukan ke ekspor atau perdagangan luar negeri.

Baca juga: Selasa Sore, Rupiah Ditutup Menguat Rp 15.000 Per Dolar AS

Walaupun permintaan terhadap produk-produk Indonesia di Jerman dan Singapura berpotensi menurun, tapi kontribusi ekspor terhadap ekonomi indonesia tidak besar hanya di kisaran 10 persen hingga 15 persen.

Hal tersebut bisa terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan berjalan normal di kisaran 5 persen dibanding periode tahun sebelumnya sebesar 5,3 persen.

Baca juga: Pagi Ini Laju Rupiah Menguat Tinggalkan Level Rp15.000 per Dolar AS

Selain itu, memperhitungkan tren pra-pemilu yang akan terlihat di paruh kedua lebih lambat dari tahun 2023, serta dampak resesi global hanya akan memberikan pengaruh minor kepada ekonomi di tanah air.

Pasalnya, perekonomian Indonesia ditopang oleh aktivitas domestik yang menguat selepas pencabutan pembatasan mobilitas (PPKM) oleh pemerintah sejak akhir 2022.

"Apalagi periode 2023, ekonomi Indonesia akan tetap menggeliat terlihat dari konsumsi masyarakat yang terus meningkat apalagi kegiatan kampanye pemilu 2024 akan segera berlangsung," pungkas Ibrahim.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini