Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Katingan Mentaya Project (KMP) meluncurkan Laporan “SDG Impact Report” atas pencapaian Proyek terhadap 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Sustainable Development Goals/UN SDG).
Laporan tersebut memaparkan pencapaian KMP, sebuah proyek restorasi ekosistem hutan gambut seluas lebih dari 157.000 hektar di Kalimantan Tengah yang didirikan dan dikelola oleh PT Rimba Makmur Utama (RMU) terhadap 70 target kerja, dengan 68 indikator spesifik yang dilakukan proyek di tingkat tapak.
“Target-target dalam SDG menjadi indikator kinerja yang penting untuk proyek solusi berbasis alam seperti Katingan Mentaya Project," kata Direktur Research & Development Taryono Darusman dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (3/8/2023).
Baca juga: Informasi Ekologi Menyeluruh Dibutuhkan untuk Kembalikan Fungsi Hutan Gambut yang Terdegradasi
Laporan ini secara komprehensif memaparkan capaian positif proyek atas kegiatan yang berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Laporan SDG Impact ini merupakan laporan pertama yang diterbitkan oleh KMP sejak pertama kali beroperasi pada tahun 2010.
"Target-target ini mencerminkan tantangan yang kami hadapi di lapangan sekaligus komitmen kami dalam melakukan upaya restorasi dan perlindungan ekosistem, serta pemberdayaan masyarakat yang saling berkaitan satu sama lain,” kata Taryono.
Dia menjelaskan, Katingan Mentaya Project adalah bukti bahwa proyek solusi berbasis alam dengan pendanaan dari perdagangan nilai ekonomi karbon, bila dilakukan dengan menerapkan prinsip ilmiah yang bertanggungjawab serta perencanaan yang holistik dan kolaboratif, dapat berkontribusi atas pencapaian target Pembangunan Berkelanjutan untuk Iklim, Biodiversitas dan Masyarakat.
Laporan SDG Impact ini mendemonstrasikan luasnya cakupan kerja KMP dan manfaat positif yang diperoleh dari kredit karbon berkualitas tinggi.
Misalnya, untuk SDG 2, dengan target ‘Tanpa Kelaparan’, salah satu pencapaian KMP adalah pembentukan Sekolah Tani Agroekologi (STA) yang bertujuan membantu petani setempat memastikan keberlanjutan dari lahan pertaniannya dengan menerapkan cara bertani tanpa bakar dan tanpa kimia.
“Dengan mencegah emisi karbon akibat deforestasi dan pembukaan lahan gambut, kita melindungi biodiversitas dan ekosistemnya," ujar Taryono.
"Dengan meningkatkan kualitas hidup serta membuka peluang untuk mata pencaharian alternatif bagi masyarakat lokal, kita melindungi hutan sekitar desa dari perusakan, antara lain pembalakan liar dan alih fungsi lahan oleh warga,” jelas Taryono.
Baca juga: Inventarisasi KLHK: 206.935 Hektare Lahan Gambut Berstatus Rusak Sangat Berat
Aliansyah, salah satu petani peserta STA mengatakan, cara bertani tanpa bakar dan tanpa kimia yang diajarkan oleh STA sangat membantunya meningkatkan penghasilan dari bertani. Sebelum tahun 2020, ia bercocok tanam menggunakan bahan kimia, dan hasil yang didapat jauh di bawah harapan.
"Kondisi tanah yang rusak akibat bahan kimia yang dipakai terus menerus menyebabkan modal yang harus saya keluarkan untuk perawatan mencapai lebih dari dua kali lipat dari hasil panen waktu itu," jelas dia.
Saat hampir menyerah, dia kemudian diperkenalkan pada program STA oleh PT RMU dan diajak mengikuti temu lapangan di Desa Kelampan. "Di sana, saya melihat sendiri hasil dari para petani yang sudah menerapkan praktek pertanian tanpa bakar dan tanpa kimia, dengan panen yang sangat memuaskan. Saya pun tertarik untuk ikut serta program ini," paparnya.