Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah tengah memonitor harga minyak mentah dunia yang mengalami kenaikan akhir-akhir ini.
Bendahara negara RI bilang, melonjaknya harga minyak mentah dunia disebabkan oleh pembatasan produksi yang dilakukan oleh sejumlah negara OPEC+.
"Jadi kita lihat perkembangan akhir-akhir ini yang naik sangat tinggi karena di satu sisi ada sisi suplainya Saudi dan Rusia, OPEC+ secara secara khusus mengendalikan atau menurunkan jumlah produksinya," ujar Sri Mulyani kepada wartawan di Nusa Dua, Bali, Rabu (20/9/2023).
Baca juga: Harga Minyak Dunia Merangkak Naik, Menteri ESDM Cemas Konsumen Pertamax Turun Kelas ke Pertalite
"Di sisi lain, permintaan ternyata masih cukup tinggi. Jadi kita lihat ini akan jadi salah satu tren yang harus kita monitor secara terus menerus," imbuhnya.
Sri Mulyani bilang, harga minyak mentah dunia ini bakal berpengaruh terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Di sisi lain juga pihaknya tengah menyiapkan kebijakan fiskal berupa subsidi yang bakal disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Kita kan sudah tetapkan bersama DPR yang besok akan diketuk mengenai jumlah subsidi kompensasi dan mekanisme, terutama untuk permintaan baik listrik, LPG 3 kg, semuanya itu menyangkut energi prices," ucap Sri Mulyani .
"Jadi kita akan terus menghitung secara bersama dengan Menteri ESDM dan pak Erick dari BUMN, bagaimana kita bisa menjaga berbagai objektif atau tujuan tadi, stabilitas harga, produksi naik dari sisi upstream-nya, dan juga dari sisi downstream-nya," imbuhnya.
Sri Mulyani menegaskan bahwa, Kementerian Keuangan menargetkan subsidi yang tepat sasaran untuk mengatasi harga minyak yang belum juga turun.
"Kita akan lebih mentargetkan subsidi supaya lebih tepat sasaran. Itu menjadi salah satu PR yang harus kita lakukan," tegas dia.
Sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, harga minyak mentah dunia tak kunjung turun mencapai harga 90 dolar Amerika Serikat (AS) per barel.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan itu dipicu oleh Saudi Arabia dan Rusia yang menahan produksi hingga Desember 2023. Dengan kondisi tersebut, pemerintah mengubah asumsi Indonesian Crude Price (ICP) dalam RAPBN pada 2024.
Sri Mulyani mengatakan, asumsi dasar dibentuk berdasarkan penyesuaian dan perkembangan dari perekonomian. Di mana pada harga minyak di beberapa minggu terakhir mengalami pergerakan yang cukup cepat.
"Beberapa minggu terakhir harga minyak melonjak, naik diatas sekitar 90 dolar AS. Ini karena dari Saudi maupun Rusia memiliki komitmen untuk menahan atau mengurangi jumlah produksi," ujar Sri Mulyani dalam Rapat bersama Banggar DPR, Kamis (7/9/2023).