Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat telekomunikasi yang juga Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menyoroti soal polemik social commerce di Indonesia.
Menurutnya, aturan platform digital di Indoensia satu untuk semua sehingga tidak terjadi kesetaraan seperti kasus antara social commerce dan e-commerce.
“Misalnya mengatur teknologinya ini agak susah karena ada transportasi online, pengantaran makanan, ada e-wallet, pembayaran online. Masing-masing memiliki aturan,” kata Heru kepada Tribun, Jumat (22/9/2023).
Baca juga: Tolak TikTok Shop, Menteri Teten: Jangan Anggap Saya Anti Modal Asing
Heru mengatakan dalam hal e-wallet semestinya mengikuti aturan perbankan.
Begitupun transportasi online yang seharusnya mengikuti aturan transportasi.
“Dengan adanya social commerce sesuatu yang baru yang menggabungkan social media dengan e-commerce dari kekurangan aturan maka harus ada yang dilengkapi,” ujar Heru.
Heru berharap, adanya aturan social commerce dan e-commerce menjadi jelas antara hak kewajiban pelaku usaha kepada konsumen.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyebut materi revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) sudah sampai di Istana.
Teten menyebut, proses harmonisasi peraturan tersebut telah rampung pada 9 September 2023.
"Sudah di Istana, sebentar lagi (selesai). Itu baru tanggal 9, kan tahapannya begini ada harmonisasi di Kemenkumham selesai tanggal 9 September. 9 September dikirim ke Kemendag,” tutur Menkop di Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat, Selasa (19/9/2023).
“Dari Kemendag ke Setkab (Sekretariat Kabinet) sekarang sedang dalam pembahasan di Istana," sambungnya.
Menteri Teten menegaskan Permendag 50/2020 bisa rampung dalam waktu seminggu.
"Iya iya," singkat Teten.