Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) tengah menyiapkan langkah-langkah hukum untuk membawa perkara utang rafaksi minyak goreng (migor) dengan Kementerian Perdagangan RI.
Aprindo mengeluhkan, utang rafaksi migor yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan kepada peritel sebanyak Rp344 miliar belum kunjung dibayarkan.
"Sampai hari ini belum dibayar dan kita sedang menyusun langkah-langkah yang sistematis untuk masuk ke hukum. Hukum ini apakah kita somasi dulu, kemudian kita buka laporan (ke) Kepolisian Bareskrim," kata Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey ketika ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
Ia mengatakan, setelah berdiskusi dengan para pengacaranya, ada dalam istilah hukum bahwa tidak mengambil keputusan, padahal satu sisi dapat diambil, ada deliknya.
"Kami dizalimi oleh pemberi tugas. Kita akan buka segala opsi hukum. Somasi, laporan, PTUN juga," kata Roy.
Adapun informasi terakhir yang Roy dapat dari Kemendag sudah dua bulan lalu. Saat itu, ia dikabarkan bahwa urusan utang ini harus dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Roy pun heran mengapa Kemendag masih harus berkoordinasi dengan Kemenko Perekonomian.
"Kenapa kok bertanya lagi kepada mereka (Kemenko Perekonomian)? Kalau dibilang masih konsultasi, menurut saya itu alasan yang dibuat-buat. Bisa dipermudah, tapi dipersulit," katanya.
Baca juga: Kemendag Siap Hadapi Gugatan Pengusaha Ritel ke PTUN Soal Utang Rafaksi Minyak Goreng
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum akan membayar utang rafaksi minyak goreng (migor) kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, pihaknya harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Koordinasi ini merupakan tindak lanjut pertemuan Kemendag dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
Baca juga: Soal Rafaksi Minyak Goreng Tak Kunjung Usai, Aprindo: Kami Dipermainkan
Pihaknya sendiri juga telah melakukan peninjauan kembali pada utang ini secara internal karena ada perbedaan jumlah tagihan.
"Hasil keputusan di Kemenkopolhukam juga mengembalikan ke Kemendag dan Kemenko Bidang Perekonomian," kata Isy ketika ditemui di Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (30/8/2023).
"Ini yang nanti sedang kami koordinasi dengan Kemenko Perekonomian untuk langkah berikutnya," lanjutnya.
Ia mengatakan koordinasi bersama Kemenko Perekonomian telah dijadwalkan pada pekan depan.
Maka dari itu, ia meminta untuk menunggu hasil dari pertemuan tersebut.
Isy masih enggan berspekulasi hasil apa yang akan tercipta dari pertemuan itu.
"Ini (rafaksi migor) juga dulu dimulai dengan rapat koordinasi terbatas di Kementerian Perekonomian. Saya belum berspekulasi ya hasilnya seperti apa," ujar Isy.
Satu hal pasti, Isy menyampaikan bahwa pemerintah pasti akan membayar utang ini karena sudah ada legal opinion dari Kejaksaan Agung.
"Meskipun peraturannya sudah dicabut (Permendag Nomor 1 dan Nomor 3 Tahun 2022), kewajiban pemerintah tetap berlaku," kata Isy.
"Jadi, meskipun permendagnya dicabut, tapi akibat hukum dari permendag itu masih tetap berlaku (keharusan untuk membayar, red). Itu bunyi legal opinion. Itu yang kita mintakan dari Kejaksaan Agung," sambungnya.
Sebagai informasi, persoalan utang rafaksi minyak goreng yang belum dibayar pemerintah kepada peritel tak kunjung selesai.
Masalah ini pertama kali mencuat ketika utang penggantian selisih harga jual dengan harga keekonomian atau rafaksi minyak goreng senilai Rp344 miliar pemerintah kepada peritel tak dibayarkan.
Awalnya, utang ini ada karena saat terjadi kelangkaan minyak goreng pada Januari 2022, pemerintah menugaskan Aprindo dan anggota di dalamnya untuk menjual minyak goreng di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter. Padahal, saat itu minyak goreng di pasaran dijual di atas itu.
Maka dari itu, pemerintah akan menanggung rafaksinya atas selisih harga pokok pembelian pada harga ke-ekonomian dengan harga penjualan di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter seluruh tipe kemasan Migor.
Namun, setelah pergantian menteri dari Muhammad Lutfi ke Zulkifli Hasan, Aprindo tak kunjung mendapatkan uang selisih yang dijanjikan Kementerian Perdagangan.
Malahan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut tak ada landasan hukum bagi pihaknya untuk membayar utang tersebut.
Akhirnya, Aprindo menempuh banyak jalan untuk memperjuangkan agar utangnya dibayar. Mereka melakukan audiensi dengan Kantor Staf Presiden dan RDPU dengan DPR.
Adapun tagihan yang harus dibayar pemerintah kepada Aprindo sebesar Rp344 miliar melalui dana BPDPKS. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga meminta pemerintah membayarnya.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun mengatakan akan membayar utang ini setelah legal opinion (LO) dari Kejaksaan Agung.
Setelah LO tersebut keluar, Kemendag diminta untuk membayarnya. Namun, mereka kemudian masih meminta PT Sucofindo untuk melakukan verifikasi pada angkanya. BPKP juga diminta untuk memeriksanya.
Hingga kini, sampai hasil dari pemeriksaan BPKP dan verifikasi angka dari PT Sucofindo keluar, Aprindo belum kunjung mendapatkan utang mereka.