News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Praktisi Perkebunan: Uni Eropa Gegabah Menyebut Indonesia Melakukan Dumping Terkait Sawit

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILustrasi kebun sawit

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Pertanian dan Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Prof. Bustanul Arifin, berharap persoalan perkebunan kelapa sawit dan kawasan hutan yang terjadi di Indonesia bisa segera menemukan solusi terbaik, sekaligus menghindarkan konflik antara negara dengan anak bangsa sendiri.

"Kalau persoalan ini tak segera selesai, maka banyak program pemerintah (terkait sawit, red) tidak jalan, dan potensi konfliknya tinggi," ujar Bustanul dalam sebuah podcast di Youtube dikutip, Kamis (2/11/2023).

Bustanul mendorong agar dialog antara pemerintah, khususnya Satgas Penataan Perkebunan Kelapa Sawit dengan pengusaha maupun petani sawit dilakukan secara intensif dan solutif.

Baca juga: PTPN Holding Hibahkan Laboratorium Riset Pengolahan Kelapa Sawit Mini ke IPB

"Kan gak wise juga kalau ada persoalan dari policy setting ini, malah masyarakat harus dikorbankan. Kan gak baik juga, dialognya dikencengin lagi lah, sejauh ini dialognya belum konklusif. Nampaknya masalah tadi belum terjadi dialog yang baik," tandasnya.

Bustanul sendiri menilai drama soal kelapa sawit ini bisa dilihat setelah adanya Perpres Nomor 9/2023 tentang Satgas Tata Kelola Industri Kelapa Sawit. Perpres ini hadir untuk membenahi lahan sawit yang di dalam hutan.

Ketika Indonesia perang dagang dengan Uni Eropa, tutur Bustanul, ada proposal kedua dari Uni Eropa tentang renewable energi directive, dinyatakan bahwa Uni Eropa tak mau menggunakan sumber energi alternatif yang bersumber dari minyak yang diindikasikan masuk kawasa hutan.

Dengan kata lain terjadi diskriminasi tak boleh melakukan ekspor sawit.

"Eropa terlalu gegabah menggunakan senjata bahwa Indonesia melakukan dumping. Dan pada 2017 kita menang di WTO, kemudian 2018 masuk lagi ekspor kita ke sana (Eropa)," tuturnya.

Selanjutnya, kata Bustanul, Uni Eropa memasukkan proposal lagi yang menyatakan sawit dianggap penyebab deforestasi secara tidak langsung.

Menyatakan juga bahwa tata guna lahan di Indonesia amburadul, sehingga mereka pun melakukan larangan (eskpor CPO, red) lagi dari Indonesia.

"Baru setelah (proposal Uni Eropa kedua) itu pemerintah agak panik. Selain gugatan baru dari Uni Eropa itu, Indonesia harus mengubah kebijakan, yang salah satunya keluar Perpres tentang satgas pembenahan tata kelola industri sawit," tandas Bustanul.

Baca juga: Bursa CPO Diluncurkan, Mendag Zulkifli Ingin Barometer Harga Minyak Kelapa Sawit Dunia Ada di RI

Terkait jumlah lahan perkebunan kelapa sawit yang dinyatakan masuk kawasan hutan itu, Bustanul menyebut sekitar 3,3 juta hektar dari total 16 juta ha lahan sawit di Indonesia.

"Pemerintah, kalau saya lihat, ingin bikin pesan ke Uni Eropa bahwa kami (Indonesia) juga membenahi tata kelola sawit dan kawasan hutan. Seperti itu saya lihat," lanjut Bustanul.

Dalam prosesnya, Pemerintah menggunakan cara mendaftar untuk pengelepasan hak pengelolaan perkebunan kelapa sawit, dan ternyata pemerintah belakangan menyatakan dari 3,3 juta lahan sawit yang dinyatakan kawasan hutan itu, 237 ribu lahan sudah punya SK penetapan kawasan hutan, 19 juta hektar masih dalam proses, dan 2,2 juta ha belum mengusulkan untuk diproses.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini