TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setiap tahun para tokoh dunia baik dari pemerintahan maupun dunia usaha berkumpul untuk mendiskusikan isu-isu penting global yang terjadi di World Economic Forum (Forum Ekonomi Dunia) ke-54 yang berlangsung sejak 15-19 Januari 2024 di Davos, Swiss.
Kali ini, tema yang diangkat yaitu “Rebuilding Trust”.
Tema keberlanjutan terkait perubahan iklim, alam dan energi (A Long Term Strategy for Climate, Nature and Energy) menjadi salah satu agenda yang dibahas, termasuk di dalamnya adalah sistem pangan.
Baca juga: 11,5 Juta Petani Hadapi Ketidakpastian Soal Tanah, Bakal Berdampak Besar Terhadap Kerawanan Pangan
Sistem pangan berkontribusi sebesar 30 persen terhadap emisi gas rumah kaca, untuk itu perlu ditingkatkan investasi produksi rendah karbon, untuk komoditas seperti sapi potong, produk-produk susu, jagung, padi, kedelai dan kelapa sawit agar lebih sustainable.
Diskusi panel First Movers Coalition for Food (FMC4Food) menampillkan pembicara Ramon Laguarta, Chairman dan CEO PepsiCo, Axton Salim Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Megan Scarcella, Executive Director Eleven Eleven, Gilberto Tomazini, Global CEO JBS dan dipandu oleh Steve Sedgwick anchor CNBC.
Axton Salim mengatakan ketahanan pangan merupakan tantangan utama di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dimana akses terhadap makanan yang cukup dan berkualitas masih sulit. Keterjangkauan adalah kuncinya. Sehingga penting sekali untuk terus berinovasi dalam memproduksi pangan tanpa membebani biaya pada konsumen.
Axton memaparkan beberapa inisiatif dan inovasi yang dilakukan oleh Indofood.
“Sebagai Perusahaan Total Food Solutions yang beroperasi di seluruh tahapan proses produksi makanan, mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku hingga menjadi produk akhir di pasar, kami terus mengatasi celah dan tantangan sepanjang sistem pangan. Termasuk dengan mengimplementasikan inisiatif low-carbon pada seluruh value chain, dari hulu ke hilir,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Selasa (23/1/2024).
Di hulu, grup agribisnis Indofood telah menerapkan praktik agrikultur yang berkelanjutan guna mendukung target pemerintah Indonesia untuk mencapai Net Sink dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan di tahun 2030 melalui zero deforestation and degradation of HCV, zero new planting pada lahan gambut, zero burning untuk pembukaan lahan dan penanaman kembali, serta melestarikan sekitar 25.000 ha area kawasan bernilai konservasi tinggi.
Baca juga: Harga Beras Naik Tajam, Termahal Dibanderol Rp16.150, Simak Update Pangan Lainnya per 22 Januari
Bahkan, 84 persen pupuk yang kami gunakan adalah pupuk organik.
“Di tingkat agribisnis yang lebih kecil, kesejahteraan petani harus diutamakan. Seperti yang telah kami lakukan dengan petani kentang di Indonesia. Yang kami lakukan adalah dengan menyediakan bibit yang baik, mengedukasi para petani untuk mengimplementasikan praktik pertanian yang baik dengan begitu produktivitasnya meningkat, meminimalkan penggunaan pupuk, dan saya rasa ini dapat meningkatkan ekonomi petani,” ujar Axton.
Sepakat dengan poin yang disampaikan oleh Axton Salim, CEO PepsiCo Ramon Laguarta mengatakan sudah banyak data yang menunjukkan bahwa transisi dari pertanian konvensional ke pertanian yang berkelanjutan dapat memperbaiki profit & loss dengan meningkatkan produktivitas dan mengurangi beban biaya.
Sementara Gilberto Tomazoni, Global CEO JBS menyampaikan pentingnya peran teknologi dalam mengurangi emisi.
“Kami pernah menggunakan teknologi untuk memproduksi suplemen bagi sapi yang dapat menekan emisi. Di tahun pertama, kami berhasil mengurangi emisi namun menaikkan harga daging. Pada tahun berikutnya dengan jumlah sapi yang lebih banyak, hasilnya berbeda. Emisi berkurang 90 persen dan tidak mempengaruhi harga jual daging. Hal ini menunjukkan, bahwa penerapan inovasi dan teknologi berdampak pada pengurangan emisi,” ujar Gilberto.
Megan Scarsella, Executive Director Eleven Eleven Foundation sebagai perwakilan dari civil society memandang perlunya kolaborasi multi stakeholder untuk mengatasi isu iklim.
Memperbaiki sistem pangan tidak bisa hanya fokus pada satu aspek saja, tetapi harus mencakup seluruh value chain.
“Dalam konteks Indofood, selain agriculture kami juga melihat aspek manufaktur, di antaranya energi yang kami gunakan sebesar 70 persen adalah energi terbarukan yang berasal dari biomass dan solar PV,” ujar Axton.