Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat menyoroti bahaya kecelakaan saat musim hujan. Sebab, air menggenang di jalan rusak akan menutupi jalan hingga berpotensi jadi penyebab kecelakaan.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno menyampaikan, ketika musim hujan tiba, banyak ditemukan jalan rusak. Kodisi jalan rusak, jika dibiarkan tidak ditangani dengan baik akan berpotensi rawan menimbulkan kecelakaan lalu lintas dan menimbulkan korban
"Karena saat hujan air menggenang menutupi badan jalan, sehingga masyarakat tidak tahu kondisi jalan berlubang itu, akibatnya rawan terjadi kecelakaan," ujar Djoko saat dihubungi, Selasa (23/1/2024).
Baca juga: Banyak Kasus Kecelakaan Kereta, Menhub Ingatkan Aspek Keselamatan Nomor Satu
Beberapa kejadian kecelakaan terjadi di jalan akibat banyaknya pengendara menghindari lubang atau bahkan terperosok ke dalam lubang itu. Kondisi jalan yang rusak parah, akibat menghindari lubang tersebut malah terjadi tabrakan.
"Banyaknya jalan rusak dan dibiarkan terkadang membahayakan pengguna jalan, sesuai Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan penyelenggara wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas," tambah Djoko.
Pasal 24 ayat (2), dalam hal belum dilakukan perbaikan jalan yang rusak, penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Warga yang terdampak jalan rusak punya peluang untuk menuntut haknya sesuai wewenang jalan.
"Jalan nasional wewenangnya Ditjen. Bina Marga Kementerian PUPR, jalan provinsi wewenangnya Pemerintah Provinsi dan jalan kota atau kabupaten wewenangnya Pemkot atau Pemkab," tutur Djoko.
Sementara di Pasal 273 aturan yang sama, menyebutkan setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dipidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda maksimal Rp 12 juta.
Jika mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana kurungan maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta. Jika korban meninggal dunia, dapat dipidana penjara hingga 5 tahun atau denda paling banyak Rp 120 juta.
"Hendaknya, ini perlu menjadi perhatian untuk penyelenggara jalan agar lebih memperhatikan keselamatan penggunaan jalan. Jalan berkeselamatan dalam pemahaman Pemerintah saat ini adalah mantab jalan, permukaannya halus dan tidak berlubang," terang Djoko.
Baca juga: Banyak Kasus Kecelakaan Kereta, Menhub Ingatkan Aspek Keselamatan Nomor Satu
Sedangkan, di jalan tol tidak boleh ada permukaan yang berlubang. Standar tinggi diterapkan di jalan tol demi keselamatan penggunanya dengan kecepatan tinggi. Penutupan jalan berlubang di jalan tol yang dilakukan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) jangan hanya dilakukan saat akan menaikkan tarif.
"Namun harus dilakukan setiap ditemukan ada permukaan jalan yang berlubang. Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) harus memeriksa permukaan jalan tol secara rutin di semua ruas jalan tol," kata Djoko.
Penilaian jalan tol dapat dinaikkan tarifnya, salah satunya adalah perawatan jalan yang rutin dan berkelanjutan, sebagai bagian dari pelayanan kenyamanan jalan yang telah dibayar oleh konsumen.
"Jangan sampai lubang yang terjadi di jalan tol (akibat hujan atau lainnya) dibiarkan menunggu tambah besar atau menunggu musim hujan selesai. Ini alasan yang tidak profesional dan merugikan konsumen," tambahnya.
Catatan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT pada Januari 2024, menyebutkan jalan berkeselamatan harus memenuhi kaidah. Pertama, regulating road, yaitu jalan harus sesuai dengan regulasinya.
Kedua, self-explaining road, jika jalan itu tidak sesuai dengan regulasinya, maka jalan itu harus bisa menjelaskan apa hazardnya dan apa yang harus dilakukan pengguna jalan agar tidak terpapar hazard tersebut. Dan ketiga, forgiving road, yaitu jika pengguna jalan lengah, sehingga terjadi kecelakaan maka jalan akan memaafkan tidak sampai fatal.
"Ketiga hal di atas kurang mendapat perhatian pemerintah saat ini, sehingga kontribusi jalan sebagai penyebab kecelakaan dan peningkatan fatalitasnya masih sangat tinggi," imbuh Djoko.
Road side hazard seringkali terabaikan, ruang terbuka lebar seperti itu, tiang rigid di tepi jalan yang bisa memotong mobil jadi dua bagian, drainase terbuka dari beton sedalam 1 meter yang memakan korban 6 jiwa yang jatuh ke dalamnya dengan kepala pecah, tiang variable massage system (VMS) yang membuat bus terbelah, tiang jembatan yang membuat bus jadi dua bagian dan sebagainya.
"Rekomendasi KNKT jelas agar pemerintah membenahi road side hazard ini. Pasalnya, sudah cukup banyak korban jiwa akibat keteledoran dan salah rancangan (design) jalan dan bangunan di atasnya," tutur Djoko.