Menurut Bahlil, LFP ini hanya digunakan Tesla untuk produksi mobil yang kualitasnya standar, dan kualitas terbaik tetap dimiliki oleh nikel.
Bahkan Tesla juga hingga saat ini masih menggunakan baterai mobilnya dengan bahan baku nikel.
Bahlil menekankan baterai dengan komposisi nikel lebih bagus secara kemampuan jarak tempuh dibandingkan dengan LFP.
“Jadi jangan bilang, bahaya negara kalau dibuat begini. Saya takut kita memberikan data yang tidak valid dan akan merusak tatanan pemahaman kepada rakyat yang benar,” ungkapnya.
Luhut juga menyampaikan baterai berbasis nikel masih digunakan di mobil-mobil listrik hasil produksi Tesla di Shanghai, China.
"Tidak benar pabrik Tesla di Shanghai menggunakan 100 persen Lithium Ferro-Phospate (LFP) untuk mobil listriknya. Mereka masih tetap menggunakan nikel based baterai," kata Luhut.
"Jadi, seperti suplai nikel based baterai itu dilakukan oleh LG (perusahaan asal) Korea Selatan untuk model mobil listrik yang diproduksi Tesla di Shanghai (China)," lanjutnya.
Baca juga: Luhut Tegur Tom Lembong Pamer Pernah Buat Contekan untuk Jokowi: Anda Hebat Melakukan Itu?
Luhut tak menampik sudah ada produsen mobil listrik yang tak lagi menggunakan baterai berbahan dasar nikel, melainkan LFP.
Hal itu, kata dia, tak lepas dari penelitian mengenai LFP yang semakin berkembang.
Luhut pun turut menyatakan bahwa pemerintah tak tutup mata apabila penggunaan baterai berbasis nikel ini akan berkurang.
"Memang suatu ketika tidak tertutup kemungkinan nikel ini makin kurang (penggunaannya, red), makanya sebabnya kita harus genjot juga, tapi dengan tadi yang terukur," ujarnya.
"Nah, sekarang ini kalau kita lihat hilirisasi kita di katoda dan di banyak lagi bagian dari lithium baterai, kita sudah sangat maju, yang membuat ekspor kita juga tidak hanya tergantung lagi kepada ekspor raw material," sambungnya.