Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Achmudi Achyak menilai penghapusan skema jual-beli daya listrik (ekspor-impor) pada revisi Peraturan Menteri atau Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap, amat berdampak positif terhadap kestabilan dan keandalan energi listrik bagi masyarakat.
Diketahui, Permen Nomor 26 Tahun 2021 mengatur tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.
Ali menyebut penghapusan skema jual beli listrik tersebut dapat membuat negara mampu menjaga kestabilan dan keandalan pasokan listrik bagi masyarakat.
“Perlu diketahui, jika listrik dari PLTS Atap diperjualbelikan ke dalam jaringan dan transmisi milik negara, maka berisiko mengganggu sistem kelistrikan karena daya yang dihasilkan PLTS pada dasarnya sangat tergantung pada sinar matahari. Bagaimana jika mendung, pasti dayanya turun,” kata Ali kepada wartawan, Selasa (13/2/2024).
Menurutnya, penghapusan skema jual-beli tersebut akan berdampak positif bagi kedaulatan energi karena tidak mencampuradukkan antara sistem kelistrikan milik negara dan sistem kelistrikan sederhana yang dibangun secara mandiri mandiri melalui PLTS Atap.
Ali menerangkan, hal terpenting dari sebuah sistem kelistrikan sebuah negara adalah jaringan dan transmisi.
“Nah, kalau jaringan dan transmisi bisa digunakan atas nama liberalisasi, maka tidak akan ada lagi peran negara dalam menyediakan listrik,” kata Ali.
Baca juga: Ekonom Nilai Tepat Langkah Pemerintah Tiadakan Skema Jual Beli Listrik PLTS Atap, Ini Alasannya
Dengan tidak adanya skema jual-beli daya dalam revisi regulasi tersebut, kelebihan pasokan listrik dari PLTS Atap, tidak dapat dialihkan atau ditagihkan kepada sistem jaringan milik negara.
Diketahui pada aturan sebelumnya, pengguna PLTS Atap bisa mentransmisikan kelebihan daya melalui jaringan negara.
“Nah, saat itu juga, negara diminta untuk membeli atau membayar kelebihan daya yang dialirkan tersebut. Ini kan lucu, karena tidak ada urgensi bagi negara untuk membeli listrik dari PLTS Atap,” ucap dia.
Selain terkait revisi Peraturan PLTS Atap tersebut, Ali juga memberikan perhatian pada klausul atau pasal power wheeling yang direncanakan untuk dimasukkan ke dalam rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Jika hal itu diimplementasikan, menurutnya masyarakat dan negara akan terbebani. Utamanya terkait penentuan tarif listrik ke depan.
“Implementasi skema ini juga dapat menjadi beban, baik bagi masyarakat maupun pemerintah jika dijalankan. Terutama untuk penentuan tarif listrik ke depan dan tentunya terhadap keandalan listrik bagi masyarakat,” pungkas Ali.