Harapannya, usaha mikro bisa berkembang menjadi usaha kecil, usaha kecil menjadi usaha menengah dan seterusnya menjadi lebih besar.
Pergerakan ekonomi tersebut yang dilihat BRI sebagai sebuah peluang sekaligus manfaat.
Pimpinan Cabang BRI Solo Slamet Riyadi, Agung Ari Wibowo mengatakan, pemberdayaan UMKM bagi BRI merupakan visi memberi makna Indonesia.
"Kemudian memberdayakan masyarakat sebagai penopang perekonomian nasional," jelasnya ketika ditemui Tribunnews di kantornya.
Ia menjelaskan, BRI telah melakukan beberapa aksi nyata demi menyediakan layanan keuangan yang terintegrasi dan memastikan nasabah dapat naik kelas dalam satu ekosistem yang utuh dalam konsep empower, Integrate, dan upgrade.
Sementara terkait dengan kemudahan transaksi merchant, BRI menyediakan transaksi non tunai dan praktis dengan promo yang beragam.
Saat ini, tersedia sekitar 500 merchant BRI di kantor cabang yang ia pimpin.
Dengan adanya transaksi, seperti penggunaan EDC dan QRIS tersebut di atas, pihaknya mengklaim pelayanan maksimal dari BRI.
"Pada intinya kami menerima semua transaksi kartu kredit, free biasa sewa dan biasa maintenance."
"Payment lebih cepat termasuk hari Sabtu dan hari Minggu, bank dengan jumlah kartu terbanyak, tekhnologi terdepan dengan EDC system android dan satelit BRI sendiri," tuturnya.
Eksistensi Ekspor
Sekira setahun yang lalu Desa Trangsan telah dikukuhkan sebagai Desa Devisa Rotan Sukoharjo.
Hal ini tidak luput dari kegiatan pengiriman ke luar negeri alias ekspor yang sudah dikenal dari Trangsan hingga mancanegara.
Kepala LPEI Surakarta Irwan Prasetiyawan menyatakan, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) meluncurkan Desa Devisa Rotan Sukoharjo kala itu.
Dalam peluncurannya, turut merangkul juga Indonesia Development Design Center (IDDC) Kementerian Perdagangan dan Pemkab Sukoharjo.
Irwan Prasetiyawan mengatakan, Desa Trangsan ini terbilang unik karena memiliki potensi kerajinan rotan yang besar.
Mayoritas perajin asli warga desa tersebut, dan sudah berjalan 96 tahun.
Dia mengatakan, Desa Devisa Rotan Sukoharjo ini merupakan program unggulan LPEI dalam memberdayakan UMKM di Sukoharjo.
Kegiatan ini berbasis pengembangan komunitas.
"Pendampingan dilakukan LPEI di Desa Devisa Rotan Sukoharjo menyasar 30 UKM kerajinan rotan," jelasnya ketika dihubungi terpisah.
Selain itu, kegiatan tersebut juga terkait perizinan, prosedur dokumen ekpor akses pasar hingga pengembangan desain produk rotan.
Dia menjelaskan, para perajin yang berada di Sukoharjo tepatnya di Desa Trangsan mempunyai berbagai tantangan saat mengelola Desa secara mandiri.
Desa Trangsan ini memiliki 220 usaha perajin kayu rotan yang saat ini masih aktif memproduksi sebanyak 150 kontainer kerajinan rotan setiap bulannya.
Terlihat terdapat total 5.000 hingga 6.000 pekerja berkontribusi dalam kegiatan produksi setiap harinya dan lebih dari 60 persen penduduk desa adalah kelompok perajin.
"Semoga adanya program Desa Devisa Rotan Sukoharjo saya harap bisa menjadi bahan bakar semangat dan lokomotif untuk menggerakkan UKM pengrajin rotan yang ada di Desa Trangsan," ungkapnya.
"Semoga perajin rotan di Sukoharjo memajukan penjualan di skala ekspor," harap dia.
(*)