Ia mengatakan APBN menjadi salah satu 'senjata' yang bisa dikendalikan secara langsung untuk mengantisipasi melemahnya ekonomi Indonesia.
"APBN, kita nggak boleh jor-joran," tegas dia.
Lalu, langkah yang ketiga adalah menjaga produktifitas usaha kecil dan menengah.
Apabila pemerintah bisa menerapkan tiga langkah itu, kata Didik, pertumbuhan ekonomi di tengah konflik masih bisa tercapai.
"Ketiga, menjaga produktifitas usaha-usaha menengah. Kalau itu bagus, (ekonomi) tumbuh 4-5 persen," kata Didik.
Saat disinggung langkah konkrit yang bisa diambil pemerintahan Indonesia yang baru nanti, Didik menyinggung negara-negara yang menjadi mitra ekonomi.
Hal ini untuk mengantisipasi ekonomi merosot dalam jangka pendek.
Baca juga: Siapa Saja Komandan atau Panglima Perang dari Israel dan Iran? Berikut Profil-profilnya
Didik menuturkan, Indonesia harus mau mendekat ke negara-negara yang tidak terlalu berdampak, terutama di kawasan Asia.
Menurutnya, apabila Indonesia masih bisa menjaga hubungan ekonomi dengan negara-negara ASEAN, Jepang, China, bahkan India, maka perdagangan di Indonesia tidak akan mati.
"Untuk jangka pendek, perang kan tidak langsung meluas ke global ya. Ada lima kutub ekonomi yang jadi mitra Indonesia, tapi tidak semuanya rusak (akibat perang). (Ada) Eropa, Amerika, Jepang, China, ASEAN."
"(Transaksi ekonomi yang) ke Eropa rusak, Amerika rusak, tapi ASEAN sendiri, Jepang, China, bahkan India itu masih potensial dan bisa menjadi mitra. Itu bisa menghidupkan mesin perdagangan Indonesia," jelas Didik.
Meski demikian, bagi Didik, yang terpenting bagi presiden terpilih nanti adalah mulai menjalin komunikasi dengan rakyatnya untuk menghindari syok apabila terjadi penurunan ekonomi.
"Yang terpenting untuk presiden terpilih yang baru, mulai sekarang harus komunikasi dengan publik. Krisis ini kan bukan hanya ekonomi, tapi juga psikologi."
"Dia (juga harus) menyampaikan ke publik, bahwa ke depan akan melakukan ini (langkah antisipasi)," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)