Teh dijual mulai 7 ribu rupiah hingga 50 ribu untuk kualitas premium.
“Dari kami 7 ribu itu untuk Teh Hitam kemasan 120 gram, kalau di toko suvenir lain mungkin ada margin sedikit tapi masih terhitung sangat murah,” terangnya.
Selain menjual kepada wisatawan, Teh Gambyong merambah pasar di beberapa daerah di pulau Jawa.
"Solo Raya, Jogja, Semarang hingga luar kota seperti Jakarta dan Surabaya itu sudah ada yang pesan, biasanya pernah coba di Kemuning lalu repeat order," katanya.
Faktor lain yang memengaruhi pemasaran teh lokal hingga ke beberapa daerah di Indonesia adalah pameran UMKM yang sering diikuti oleh Teh Gambyong.
“Kami salah satu UMKM binaan BRI, jadi sering banget diajak pameran-pameran sama BRI, dari situ pemasaran kami tambah luas,” kata dia.
Selain itu, menjadi binaan BRI, Teh Gambyong menyediakan pembayaran non tunai di Rumah Produksinya.
Dengan adanya fasilitas tersebut, diakui Yanto pembayaran bisa makin tertata dan cepat.
“Zaman sekarang apalagi wisatawan biasanya yang scan-scan cepet, kami adaptasi saja,” ujar Yanto.
Dengan QRIS, kata Yanto, uang yang masuk langsung ke rekeningnya bisa di angka 20an juta rupiah setiap bulan.
“Kalau misal kami tidak adaptasi, bisa saja kehilangan uang segitu tiap bulan, karena pembeli urung beli karena tak bisa scan,” kata dia.
"Jadi kami adaptasi saja ke pembayaran QRIS, makin laris juga karena turis-turis biasanya mintanya QRIS," terang Yanto.
Cashless jadi nilai tambah UMKM
Ekonom Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo, Suharno mengatakan adanya pembayaran non-tunai atau cashless bisa membuat nilai tambah bagi UMKM.