Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjelaskan alasan di balik pekerja yang tak butuh pendanaan dari Tapera atau yang sudah memiliki rumah, tetapi diwajibkan gajinya dipotong untuk iuran.
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan, prinsipnya adalah gotong royong.
Ia mulanya menjelaskan bahwa ini adalah konsepsi dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
"Tadi Bapak Kepala Staf presiden sudah menyampaikan, kesenjangan kepemilikan rumah di Indonesia masih sangat tinggi ya, saat ini di angka 9,95 juta orang atau keluarga tidak memiliki rumah," kata Heru dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat, (31/5/2024).
Sementara itu, ia mengatakan kemampuan pemerintah dengan berbagai skema subsidi dan fasilitas pembiayaan, telah menyediakan kurang lebih 250 ribu rumah.
Pertumbuhan permintaan setiap tahun, menurut data yang Heru bacakan, ada 700 ribu sampai 800 ribu keluarga baru
yang belum memiliki rumah.
"Jadi, kalau hanya mengandalkan pemerintah saja, enggak akan terkejar sampai kapan periodenya mau selesai," ujarnya.
Maka dari itu, ia memandang diperlukan sebuah grand design yang mana pemerintah bersama masyarakat bisa mengatasi hal tersebut.
"Yang sudah punya rumah, dari hasil tabungannya sebagian digunakan untuk mensubsidi biaya KPR bagi yang belum punya rumah," tutur Heri.
"Supaya apa? Supaya bunganya tetap terjaga di level yang lebih rendah dari bunga komersial. Saat ini 5 persen ya. Nanti perlu ada kajian lebih lanjut," lanjutnya.
Heru pun menekankan bahwa prinsip dari program ini adalah gotong royong antara pemerintah dan masyarakat.
"Kenapa harus ikut nabung? Ya tadi prinsip gotong royong di undang-undangnya itu. Pemerintah, masyarakat yang punya rumah, bagi yang belum punya rumah, semua membaur," jelas Heru.
Ia menilai, bila gotong royong itu bisa dikonstruksikan dalam program ini, akan menjadi sesuatu yang sangat mulia.