TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berpendapat aksi boikot oleh konsumen terhadap restoran tertentu terkait dengan genosida di Palestina belakangan semakin gencar dilakukan.
Hal ini dikhawatirkan dapat berdampak besar pada industri restoran, pekerjanya, serta rantai pasok lokal yang terlibat, seperti pemasok sayuran, daging, dan lain sebagainya.
Wakil Ketua PHRI Bidang Restoran Emil Arifin mengungkapkan, keprihatinan akan gerakan boikot yang semakin meluas.
“Ini sebenarnya yang namanya boikot itu salah alamat. Disebutkan kalau ada produk Israel yang dijual, padahal di sini tidak ada produk Israel yang didagangkan di restoran. Produknya, produk Indonesia semua. Pekerjanya (orang) Indonesia semua," ujar Emil dikutip Selasa (24/6/2024).
Menurutnya, boikot yang salah alamat juga dapat berdampak kepada pekerja dan pemasok lokal. Padahal industri restoran telah menghadapi tantangan besar saat pandemi dan di masa dua tahun ini baru mulai mengarah pada fase pemulihan.
“Jadi gini, (industri restoran) kan udah (terdampak) Covid-19. Tahun-tahun itu benar-benar tidak ada penjualan. Penjualannya sangat-sangat menurun di semua restoran."
"Tahun 2023 itu masa recovery baru mulai, (namun belum selesai recovery) sudah ditambah lagi oleh boikot. November itu mulai terasa dan terus masuk ke 2024, ekonomi kita tidak membaik dan tidak baik-baik saja,” ujarnya.
Baca juga: Gus Nadir Protes Pencatutan Namanya oleh Market Leader AMDK Terkait Boikot Produk Israel
Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait gerakan boikot ini, PHRI meminta pemerintah untuk mengklarifikasi daftar tiap perusahaan maupun produk-produk yang terafiliasi dengan Israel guna mencegah terjadinya kegaduhan dalam masyarakat.
Dalam keterangan tertulis beberapa waktu lalu, PHRI meminta pemerintah harus segera melakukan dialog sosial dengan masyarakat untuk mendiskusikan terkait produk-produk terafiliasi Israel ini.
Menurut dia, ini penting agar masyarakat bisa paham bahwa perusahaan-perusahaan multinasional di Indonesia itu memang melakukan bisnisnya secara profesional.
Baca juga: Dunia Investasi Israel Babak Belur akibat Boikot & Perang Gaza, Investor Ramai-Ramai Tarik Dana
Emil menekankan, restoran di Indonesia tidak ada yang terlibat dengan Israel dan para pekerjanya banyak yang beragama Islam dan sudah berusaha membantu Palestina.
“Tapi mereka tetap dicap negatif dan diboikot, padahal mereka, pekerja-pekerja (karyawan resto dan pemasok lokal) yang membantu industri bertahan selama Covid-19. Jadi pekerja itu berjuang untuk supaya survive, tapi malah terus diboikot,” paparnya.