Satgas tersebut diantaranya akan diisi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta kementerian/lembaga lainnya.
Sandiaga menjelaskan, harga tiket pesawat domestik yang mahal saat ini bukan hanya karena harga avtur. Namun, ada juga beban pajak dan beban biaya operasional lainnya.
"Jadi, itu semua akan dikaji dan akan dipastikan bahwa industri penerbangan kita efisien seperti industri penerbangan di luar negeri," ujar mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut menyoroti mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia.
Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi mengungkapkan, yang membuat mahalnya harga tiket justru adalah kebijakan dari Pemerintah itu sendiri. Yakni salah satunya Pajak Pertambahan Nilai atau PPN, yang dikenakan atas transaksi penyerahan
barang kena pajak dan jasa kena pajak yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi pengusaha kena pajak.
"Salah satu faktor yang membuat tiket pesawat mahal ya kebijakan pemerintah itu sendiri, yakni adanya PPN sebesar 11 persen. Bahkan tahun depan menjadi 12 persen," ungkap Tulus.
Ia juga mengungkapkan, jika dilihat lebih detail, pungutan PPN yang dibebankan kepada konsumen khususnya penumpang jasa transportasi udara ini cukup banyak. Seperti PPN untuk komponen Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U).
"Karena di tarif PJP2U atau retribusi bandara sudah dikenakan PPN, di harga avtur kena PPN juga, kemudian dalam tarif tiket pesawat juga dikenakan pungutan PPN. Jadi ada berlipat lipat pungutan PPN yang membebani konsumen," beber Tulus.
Untuk itu, seharusnya yang perlu dikaji kembali untuk menurunkan harga tiket pesawat adalah kebijakan dari Pemerintah itu sendiri.
"Oleh karena itu, jika Luhut Binsar Pandjaitan serius mau nurunin tiket pesawat, ya audit pungutan PPN di berbagai komponen tiket pesawat itu," papar Tulus.
"Kalau perlu hapuskan PPN, niscaya besaran tiket pesawat akan turun signifikan," pungkasnya.(Tribun Network/bel/ism/wly)