Menurut Suharso, pemberian insentif fiskal itu berarti pemerintah juga perlu meningkatkan pendapatan melalui tax ratio. Artinya, jika hal itu terjadi justru tak selaras terhadap penerimaan negara.
"Saya kasihan banget sama Ibu Menteri Keuangan yang beliau didorong untuk mendorong tax ratio nya naik. Tapi kemudian juga harus memberikan insentif fiskal. Benar insentif fiskal itu kemudian menyebabkan orang menginvestasi," ujar dia.
"Kita dapat efek ekonominya, lapangan kerja, orang bekerja. Dengan demikian kita bisa dapat dari sisi yang lain. PDB kita meningkat dan seterusnya. Tetapi kan kita juga harus melihat efek penerimaannya terhadap negara," sambungnya.
Di sisi lain Suharso menilai, pemberian insentif bagi investor Family Office ini diberikan dalam bentuk lain, misalnya pembangunan infrastruktur pendukung terkait kebutuhan investasi.
"Menurut saya lebih bagus memberikan hal yang seperti itu dibandingkan insentif fiskal," jelas dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, cara kerja Family Office adalah dana dari orang kaya raya di dunia diperbolehkan disimpan di Indonesia.
Namun, pemilik dana harus melakukan investasi di beberapa proyek di Indonesia.
"Mereka (orang superkaya dunia) tidak dikenakan pajak tapi harus investasi, dan (dari) investasi nanti akan kita pajaki," kata Luhut melalui akun resmi Instagram-nya @luhut.pandjaitan, Senin (1/7/2024).
Luhut mencontohkan, orang kaya tersebut menyimpan dana di Indonesia sekitar 10 juta-30 juta dollar Amerika Serikat (AS).
Kemudian, dana tersebut diputar untuk diinvestasikan ke proyek yang ada di Tanah Air.
"Dia taruh duitnya 10 juta-30 juta USD dan investasi dan kemudian dia harus memakai orang Indonesia untuk kerja di Family office tadi," ujarnya.
"Kan banyak proyek di sini, ada hilirisasi, seaweed, dan macam-macam. Jadi Indonesia itu punya peluang yang besar dan harus diambil peluang ini dan tentu harus menguntungkan Indonesia," sambungnya.