TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyoroti soal data manipulatif kebijakan impor beras dari pemerintah di tengah mencuatnya demurrage Rp294,5 miliar.
Hasto mengatakan sejak awal pihaknya getol menolak impor beras
"Kami selama ini getol menolak impor beras sekarang terbukti bahwa data-data yang sebelumnya disampaikan ternyata manipulatif," ujar Hasto dikutip, Senin, (5/8/2024).
Baca juga: Isu Mark Up Harga Beras Impor Mengancam Kelancaran Pembelian Beras dari Vietnam
Hasto mencontohkan soal kebijakan impor beras, yang menurutnya data impor tersebut ternyata manipulatif.
Hasto menyinggung data impor beras karena tahun ini Indonesia impor sebanyak 6 juta ton.
Ia juga menyinggung soal permintaan maaf Jokowi baru-baru ini.
"Kebijakan-kebijakan itulah yang harus dipertanggungjawabkan terlebih dahulu kepada rakyat, dan itu harus di kedepankan, bukan permintaan maafnya dulu," jelas Hasto.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melakukan koordinasi guna mendalami data terkait demurrage atau denda beras impor sebesar Rp 294,5 miliar.
Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto.
Baca juga: Pakar Soroti Kabar Tertahannya 490 Ton Beras Impor di 2 Pelabuhan
“Pihak KPK dari dumas pernah menelepon pada 11 juli 2024 jam 16.11 WIB. Meminta keterangan terkait data yang SDR laporkan,” kata Hari, Minggu,(4/8/2024).
Sebelumnya, dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri menemukan adanya masalah dalam dokumen impor hingga menyebabkan biaya demurrage atau denda sebesar Rp 294,5 miliar.
Dalam penjelasannya Tim Riviu menyebutkan bahwa ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bapanas-Bulog yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.
Akibat tidak proper dan komplitnya dokumen impor dan masalah lainya telah menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bulog-Bapanas senilai Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp22 miliar, DKI Jakarta Rp94 miliar, dan Jawa Timur Rp 177 miliar.