Ia pun mengingatkan kembali bahwa urusan pertembakauan ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Mengingat kebijakan ini berimplikasi pada aspek sosial, kesehatan, ekonomi dan hal lainnya, ia berharap para pengambil kebijakan dapat berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Dampak terhadap Lapangan Kerja, Hak Kekayaan Intelektual dan Risiko Hukum
Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) yang mewakili para pekerja di industri tembakau juga menolak keras PP 28/2024 dan aturan turunannya dalam bentuk RPMK.
Dalam paparannya, Ketua FSP RTMM-SPSI Sudarto AS, menyampaikan anggota Serikat Pekerja khusus di sektor rokok pada tahun 2015 berjumlah lebih dari 200 ribu orang, yang kemudian menurun hingga 143.127 anggota pada 2024.
Pengurangan anggota serikat pekerja di sektor rokok ini diakibatkan oleh beberapa faktor, mulai dari pabrik tembakau yang tutup, hingga pemotongan hubungan kerja.
“PP 28 dengan segala aturan di dalamnya akan terus kami coba kritisi. Kami merasa tidak dilibatkan sebagai pihak terkait terhadap masalah-masalah, khususnya ketenagakerjaan. Beberapa anak pasal dalam PP tersebut, lebih ketat dan tidak berinduk pada pasal-pasal di atasnya,” jelas Sudarto.
Ia menyebut, pihaknya juga akan mengadakan forum untuk mendengar pandangan-pandangan pihak terkait dalam industri ini.
“Melalui forum ini pun kami menegaskan menolak PP 28/2024 yang tidak melihat kesejahteraan para pekerja di mata hukum atas pekerjaan hingga penghidupan yang layak demi kemanusiaan,” ucap Sudarto.
Sudarto AS menegaskan FSP RTMM-SPSI merupakan serikat pekerja yang selalu ingin berdiskusi dan tidak ingin turun aksi ke jalan.
“Kami dalam waktu dekat akan mengadakan forum untuk mendengar pandangan dari mitra industri dan pihak-pihak lainnya soal rencana kami baik terkait PP 28/2024 maupun RPMK yang sekarang ini sedang dibahas. Kami salah satu serikat pekerja yang sebenarnya menghindari aksi ke jalan karena kami ingin berdialog. Namun, apabila dialog tidak bisa, apa boleh buat kami siap turun ke jalan,” tutupnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey turut menyampaikan penolakan kerasnya terhadap kebijakan yang akan berimplikasi serius pada para pelaku ritel di Indonesia.
“Ada beberapa poin yang kita sayangkan, seperti aturan zonasi 200 meter dari pusat pendidikan yang tidak disosialisasikan sebelumnya. Sekarang sudah ditandatangani PP 28/2024 turunan dari UU Kesehatan No.17/2023. Siapa yang akan diberatkan? Tentu para pelaku usaha, yang bisa kehilangan omzet dan terancam dipaksa bersepakat di lapangan oleh oknum terkait aturan 200 meter ini,” kata Roy Nicholas.
Menurutnya, PP 28/2024 ini juga bisa membuat peredaran rokok ilegal makin marak. Roy berharap kementerian-kementerian terkait dapat mengkaji ulang PP tersebut karena memiliki banyak kecacatan, baik dari aspek hukum, sosial, maupun ekonomi.