News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Industri Rokok Terancam PP Kesehatan dan Peraturan Turunannya, Buruh Bakal Turun ke Jalan

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FSP RTMM-SPSI melakukan aksi unjuk rasa damai menolak pasal tembakau dalam RUU Kesehatan, di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (14/6/2023).

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan hingga peraturan turunannya, yaitu Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), dinilai mengancam industri rokok nasional.

Atas hal itu, Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI) siap turun ke jalan guna menyampaikan aksi penolakan.

Baca juga: GAPPRI: Pemerintah Kehilangan Pendapatan Rp 53 Triliun, 28 Persen Perokok Konsumsi Rokok Ilegal

Ketua Umum FSP-RTMM-SPSI Sudarto mengungkap, PP hingga Peraturan Menteri Kesehatan dinilai gagal mengakomodir aspirasi karena perumusannya minim keterlibatan para pemangku kepentingan.

Dalam merumuskan RPMK, ia mengklaim Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak melibatkan serikat pekerja dalam pembuatan peraturan tersebut.

Bahkan, pihaknya pernah sampai harus memaksa hadir dalam agenda public hearing yang digelar oleh Kemenkes beberapa hari lalu.

Hal itu disebut menjadi bentuk upaya serikat pekerja untuk memperjuangkan keterlibatannya.

Dalam kegiatan tersebut, Sudarto mendapati peraturan yang dibuat bahkan lebih ketat dan tidak menginduk pada peraturan sebelumnya.

Ia menyoroti peraturan mengenai kemasan polos tanpa merek yang diatur dalam RPMK.

Sudarto menilai bahwa kebijakan ini akan berdampak besar pada industri rokok dan pekerja yang bergantung pada sektor ini.

"Kami merasa hak kami tidak terlindungi dengan baik dan terus-menerus mengajukan protes," ucap Sudarto dikutip dari keterangan tertulis pada Kamis (12/9/2024).

Baca juga: GAPPRI: Kewajiban Kemasan Produk Tembakau Dibuat Polos Sama Saja Berikan Karpet Merah Rokok Ilegal

“Langkah-langkah berikutnya adalah kami akan tegas, tetapi kami perlu harmonisasi dengan mitra industri. Kami juga punya LBH sendiri. Kalau memang sukanya harus ada gerak di jalan, ya sudah,” sebut dia.

Meski demikian, sebelum turun ke jalan, FSP-RTMM-SPSI masih ingin berdialog terlebih dahulu dengan pihak terkait dan mempertimbangkan opsi litigasi jika tidak berhasil.

“Kami ingin mengambil jalan diplomasi dahulu, tetapi jika gagal, kami siap untuk bertindak lebih tegas,” kata Sudarto.

Sudarto menyampaikan bahwa para pekerja tidak segan untuk turun ke jalan, walaupun sejatinya mereka menghindarinya.

"Kalau dialog gagal, apa boleh buat," ujar Sudarto.

Langkah turun ke jalan menjadi pertimbangan setelah pihaknya sudah mengirim surat kepada beberapa pemangku kebijakan seperti Presiden Jokowi dan DPR.

Polemik PP 28/2024

RPMK ini dinilai menciptakan masalah baru, padahal PP 28/2024 sendiri juga belum rampung menuai polemik.

Dalam PP, Sudarto menyayangkan aturan pelarangan zonasi penjualan produk meter dengan jarak 200 meter dari pusat pendidikan dan tempat bermain.

Ketentuan itu akan merugikan penjualan produk rokok dan menghambat pertumbuhan industri.

Sudarto memandang, aturan tersebut akan menekan kelangsungan dan pertumbuhan industri hasil tembakau ke depannya.

Menurut Sudarto, serangkaian peraturan ini menunjukkan kelalaian pemerintah dalam memandang dampak ekonomi, baik terhadap pekerja maupun industri.

Imbasnya, banyak buruh yang bakal jadi korban jika kebijakan ini diimplementasikan.

Padahal, lanjut Sudarto, rokok banyak berperan dalam mendukung perekonomian Indonesia.

Di sisi lain, kebijakan internasional dan tekanan dari luar negeri dianggap hanya memperburuk kondisi industri hasil tembakau.

“Kita seringkali tertekan oleh kebijakan internasional yang tidak mempertimbangkan kepentingan lokal," jelas Sudarto.

"Pemerintah Indonesia terpaksa mengikuti kebijakan luar yang dapat merugikan industri dan tenaga kerja kita,” tambahnya.

Buruh Kena Dampak Kenaikan Cukai

Sudarto juga mengungkapkan informasi mengenai adanya kepentingan industri farmasi yang mempengaruhi kebijakan cukai rokok.

Dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir, kenaikan cukai telah berdampak pada lebih dari 67 ribu pekerja anggota FSP-RTMM-SPSI.

“Ini hanya data dari anggota kami. Belum termasuk petani tembakau, industri pendukung, dan mata rantai lainnya yang juga terkena dampak. Semua pihak ini menjadi korban dari kebijakan yang tidak seimbang,” katanya.

FSP-RTMM-SPSI menegaskan pentingnya memperhitungkan dampak kebijakan terhadap tenaga kerja dan sektor terkait dalam setiap regulasi baru.

Mereka juga mengajak semua pihak untuk berdialog dan menemukan solusi yang adil bagi pekerja dan industri, tanpa mengabaikan aspek kesehatan masyarakat.

“Kami berharap pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dapat memberikan perhatian yang lebih besar terhadap dampak sosial dan ekonomi dari regulasi ini,” tutup Sudarto.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini