News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perumusan RPMK Minim Pelibatan Kementerian Terkait, Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tuai Polemik

Penulis: Sanusi
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Kemenperin tidak dilibatkan dalam proses public hearing yang digelar oleh Kemenkes, yang mengisyaratkan adanya pengabaian.

 TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah kementerian menyatakan tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RMPK) yang merupakan merupakan turunan dari PP Nomor 28 Tahun 2024 inisiasi dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Hal ini menuai polemik dan sorotan dari berbagai stakeholder lain, menyusul besarnya berbagai dampak negatif yang muncul akibat beleid tersebut.

Kementerian/Lembaga yang tidak dilibatkan dalam pembahasan rancangan aturan ini antara lain Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Di sisi lain, Kementerian Hukum dan HAM juga menyoroti proses yang terlalu tergesa-gesa di tengah banyaknya masukan pihak terdampak, namun belum kunjung diakomodir.

Baca juga: Kemenkeu: Regulasi Kemasan Rokok Polos Sulitkan Pengawasan Produk Ilegal

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Merrijantij Punguan Pintaria menekankan pentingnya melibatkan semua stakeholder dalam diskusi kebijakan. Pihaknya berharap RPMK dapat didiskusikan ulang dengan partisipasi semua pihak.

“Kebijakan tidak mungkin bisa memuaskan semua orang, tetapi harus mampu mencapai konsensus yang berarti,” ucapnya.

Merri, sapaan akrabnya, juga mencatat implementasi mengenai standardisasi kemasan dan desain produk tembakau seharusnya melibatkan masukan dari Kemenperin. Sayangnya, Kemenperin tidak dilibatkan dalam proses public hearing yang digelar oleh Kemenkes, yang mengisyaratkan adanya pengabaian.

"Kejadian ini berulang, dan kami berharap untuk diikutsertakan dalam diskusi kebijakan yang berpengaruh besar terhadap industri kami," katanya.

Dia menegaskan bahwa kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang tengah dirumuskan dalam RPMK oleh Kemenkes perlu diperhatikan dengan seksama, mengingat dampaknya terhadap perekonomian nasional dan masyarakat luas, khususnya bagi industri hasil tembakau.

"Kami semua sepakat untuk menciptakan masyarakat yang sehat, tetapi kita juga harus mempertimbangkan keberadaan lebih dari 1.300 industri yang mempekerjakan sekitar 537 ribu orang," ujarnya.

Senada dengan itu, Negosiator Perdagangan Ahli Madya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Angga Handian Putra menegaskan bahwa pihaknya belum terlibat resmi dalam perumusan RPMK. Dia berpendapat, kemasan rokok polos tanpa merek dapat berdampak pada hak-hak pengusaha, pedagang dan perdagangan internasional.

"Kemasan rokok polos tanpa merek ini dapat menyinggung perdagangan dan mengganggu hak-hak pedagang," tegasnya.

Ia turut memandang bahwa masih dibutuhkan studi ilmiah lebih jauh terhadap upaya menurunkan prevalensi perokok melalui kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dengan mengacu pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), di mana Indonesia sendiri belum meratifikasi aturan tersebut yang tidak relevan dengan besarnya skala serapan tenaga kerja industri tembakau di Tanah Air.

"Kami membutuhkan studi ilmiah untuk mendukung efektivitas kebijakan ini. Struktur perdagangan Indonesia berbeda dengan negara lain," tutur Angga.

Menimbang potensi dampak negatif yang ditimbulkan, Kemendag berkomitmen untuk memberikan masukan kepada Kemenkes terkait kebijakan tersebut. Angga menyatakan bahwa pihaknya akan terus berkomunikasi dengan unit terkait di Kemenkes dan mengikuti informasi terbaru melalui dokumen yang tersedia di website resmi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini