"Isinya apa, kandungannya apa, semua sertifikat-sertifikat yang dibutuhkan. Bahkan kalau di kosmetik karena begitu banyak, kita gunakan artificial intelligence. Jadi kalau misalnya ada kadungan-kandungan yang bermasalah langsung tertolak dan tidak bisa masukkan," ucap Taruna.
Setelah selesai diseleksi, tim kerja di BPOM akan memproses setiap item.
Jika ditemukan risiko tinggi, item tersebut akan dibawa ke Komite Nasional yang terdiri dari perwakilan luar BPOM seperti akademisi guna memastikan objektivitas.
Proses di Komite Nasional ini lah yang menurut Taruna cukup memakan waktu lama karena sidangnya biasanya dilakukan sebulan sekali.
Setelah rekomendasi dari Komite Nasional keluar, dokumen akan dikirimkan kepada direktur terkait, lalu diserahkan kepada deputi, sebelum akhirnya ditandatangani oleh Kepala BPOM.
"Deputi masuk ke Kepala Badan POM untuk menandatangani approvalnya. Begitu metodenya," jelas Taruna.
Nah, ketika Taruna mengungkapkan ingin memangkas proses pengajuan izin edar ini, ia mengatakan ingin memaksimalkan kinerja tim di BPOM dan Komite Nasional.
"Jadi dengan konteks ini, kita bisa menyaksikan sebetulnya kenapa hitungan saya dari 300 bisa 120 hari, kita maksimalkan dong kerjanya Komite Nasional dan tim. Jadi hitungan kita optimis bisa memotong waktu yang begitu lama," pungkasnya.