News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Usai Putusan Mahkamah Konstitusi Soal UU Cipta Kerja, Upah Dipastikan akan Berada di Atas Inflasi

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Partai Buruh Said Iqbal saat sesi wawancara khusus dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domu Ambarita, Jumat (1/11/2024).

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan Partai Buruh dan serikat pekerja terhadap Undang-undang (UU) Cipta Kerja, kini upah buruh dipastikan akan berada di atas tingkat inflasi.

Menurut Presiden Partai Buruh Said Iqbal, selama ini kenaikan upah sering kali di bawah inflasi, yang menyebabkan daya beli buruh semakin menurun.

"Kenaikan upah selalu di bawah inflasi. Artinya kan nombok. Itu yang menjelaskan kenapa terjadi deflasi atau daya beli yang turun. Bahkan dalam 5 tahun, 3 tahun pertama, itu enggak naik upah. Nol persen," katanya saat sesi wawancara khusus dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domu Ambarita, Jumat (1/11/2024).

"Kalau kita krisis, mungkin kita bisa pahami, tapi ini kan ekonomi tumbuh di antara rata-rata 5 persen. Kemudian inflasi di antara 2-3 persen ke atas. Jadi aneh kalau upah itu enggak naik dan bahkan kalaupun naik di bawah inflasi," lanjutnya.

Baca juga: Soal Wacana Omnibus Law UU Politik, Anggota Baleg: UU Cipta Kerja Pernah Ditolak Besar-besaran

Ia menambahkan bahwa jika tahun ini inflasi tercatat sebesar 2,5 persen dan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,1 persen, maka kenaikan upah bisa mencapai 7,6 persen.

Itulah mengapa pihaknya meminta kenaikan upah minimum 8 sampai 10 persen.

"Karena tahun 2024 siapa bilang upah naik? Nombok 1,3 persen. Naik upah 1,58 persen. Inflasi 2,8 persen. Kurangin aja. Berarti 1,3 persen nomboknya. Nah nombok itu kita taruh di 2025," ucap Said Iqbal.

Said Iqbal juga mencatat pentingnya peningkatan upah terhadap konsumsi masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menunjukkan bahwa jika upah naik 1,8 persen, konsumsi hanya akan bertambah sekitar Rp 26 triliun per tahun.

Namun, jika upah naik 8,7 persen, konsumsi bisa meningkat lebih dari Rp 188 triliun, dan dengan kenaikan 10 persen, konsumsi dapat mendekati Rp 200 triliun.

Kenaikan upah juga disebut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Maka dari itu, dengan upah buruh dipastikan akan berada di atas tingkat inflasi, Said Iqbal optimis bahwa target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dibidik oleh Presiden Prabowo Subianto dapat tercapai.

Sebagaimana diketahui, gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan serikat pekerja terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) telah mendapat respons positif dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian gugatan tersebut dan melakukan perubahan pada sejumlah pasal dalam UU Ciptaker.

"Ada 21 pasal yang diubah oleh MK," ujar Ketua MK, Suhartoyo, dalam pembacaan putusan pada Kamis, 31 Oktober 2024.

Perubahan ini merespons kekhawatiran mengenai perlindungan hak pekerja yang terancam oleh perimpitan norma antara UU Nomor 13 Tahun 2003 dan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Ciptaker.

Berikut poin penting putusan MK:

Keterbatasan Tenaga Kerja Asing

Tenaga kerja asing hanya dapat dipekerjakan untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, dengan perhatian khusus terhadap pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

Mahkamah Konstitusi menegaskan, tiap pemberi kerja wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia dalam semua jenis jabatan yang tersedia.

Penggunaan tenaga kerja asing diperbolehkan apabila jabatan tersebut belum diduduki oleh tenaga kerja Indonesia.

Namun, penggunaan tenaga kerja asing tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar kerja dalam negeri.

Jangka Waktu Pekerjaan: Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat melebihi lima tahun

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) paling lama lima tahun.

Putusan tersebut merupakan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Hal ini merupakan salah satu norma yang dikabulkan MK dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023.

“Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 … bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama lima tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menggarisbawahi bahwa perjanjian kerja dibuat antara pihak pengusaha dan pekerja atau buruh dalam kedudukan para pihak yang tidak seimbang.

Pekerja atau buruh, kata MK, merupakan pihak yang berada dalam posisi yang lebih lemah.

Oleh karena itu, MK menyatakan jangka waktu PKWT penting untuk diatur di dalam undang-undang, bukan dalam peraturan turunan maupun perjanjian lainnya.

Perjanjian PKWT berbahasa Indonesia

Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat tertulis serta harus menggunakan secara Bahasa Indonesia dan huruf Latin.

Alasan PHK

Dalam UU Cipta Kerja, alasan pemutusan hubungan kerja dari yang sebelumnya telah dibatasi dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menjadi lebih variatif yang diatur dalam peraturan pelaksana Undang-undang Cipta Kerja misalnya alasan PHK karena efisiensi mencegah kerugian sebagaimana diatur dalam PP No 35 tahun 2021.

Jenis outsourcing dibatasi

Majelis hakim juga meminta supaya undang-undang kelak menyatakan agar menteri menetapkan jenis dan bidang pekerjaan alih daya (outsourcing) demi perlindungan hukum yang adil bagi pekerja.

Menurut MK, perusahaan, penyedia jasa outsourcing, dan pekerja perlu punya standar yang jelas mengenai jenis-jenis pekerjaan yang dapat dibuat outsourcing, sehingga para buruh hanya akan bekerja outsourcing sesuai dengan yang telah disepakati dalam perjanjian.

Batasan ini juga diharapkan dapat mempertegas tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam praktik outsourcing yang kerap memicu konflik/sengketa pekerja dengan perusahaan.

Besaran uang pesangon

Mengembalikan nilai perhitungan pesangon sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan antara lain besaran pengali Uang Pesangon dalam hal Pensiun sebelumnya dihitung 2 kali dan diganti menjadi 1,75 dan dihapus/dihilangkannya Uang Penggantian Hak sebesar 15 persen dari Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja;

Bisa libur 2 hari seminggu

MK pun mengembalikan alternatif bahwa terdapat opsi libur 2 hari dan 5 hari kerja seminggu untuk para pekerja.

Sebelumnya, aturan dalam UU Cipta Kerja hanya memberi jatah libur 1 hari seminggu untuk pekerja tanpa opsi alternatif libur 2 hari.

Padahal, UU Ketenagakerjaan sejak awal menyediakan opsi libur 2 hari seminggu untuk pegawai yang dibebaskan berdasarkan produktivitas masing-masing perusahaan.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini