News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pertumbuhan Ekonomi Melambat, Kenaikan PPN 12 Persen Sebaiknya Ditinjau Ulang

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Showroom produk elektronik di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. meninjau ulang rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada 1 Januari 2025 mendatang. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Kholid meminta kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk meninjau ulang rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada 1 Januari 2025 mendatang.

Kholid melihat pertumbuhan ekonomi nasional saat ini sedang melambat dan daya beli masyarakat cenderung melemah. Kenaikan PPN jadi 12 persen dinilai bukan kebijakan yang tepat.

"Hal itu akan semakin memukul daya beli masyarakat," ujar Kholid di Jakarta, Jumat (15/11/2024).

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi nasional kuartal III tahun 2024 melambat di angka 4,95 persen year on year (yoy).

Konsumsi rumah tangga juga melambat, hanya naik 4,91 persen (yoy), lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang sebesar 4,93 persen.

Di samping itu, Indonesia juga mengalami deflasi selama 5 bulan berturut-turut dari bulan Mei sampai bulan September 2024.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Oktober yang diterbitkan oleh Bank Indonesia ada di angka 121,1, turun dari IKK September sebesar 123,5.

"Artinya, ada pesimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan di masa depan," tuturnya.

 

Data Kemenaker, per Oktober 2024, ada sebanyak 59.796 orang di-PHK, naik 31,13 persen dari tahun lalu.

Data BPS, per Agustus 2024, proporsi pekerja penuh waktu (yang bekerja sedikitnya 35 jam seminggu) turun dari 68,92 persen ke 68,06 persen, sementara setengah pengangguran (yang bekerja di bawah 35 jam seminggu) juga naik dari 6,68 persen ke 8 persen.

Tidak hanya itu, jumlah kelas menengah juga menyusut tajam. Ini merupakan pertanda bahwa ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Kelas menengah turun dari 57,33 juta di 2019 menjadi 47,85 juta di 2024. Artinya, dalam periode 5 tahun kita kehilangan 9,48 juta kelas menengah.

Baca juga: Siap-siap, Tarif PPN 12 Persen Berlaku Efektif Januari 2025

"Rencana pemerintah menaikkan PPN 12 persen seharusnya ditinjau ulang atau dibatalkan," kata Kholid.

Kholid menambahkan bahwa untuk meningkatkan rasio pajak, menaikkan tarif seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bukan satu-satunya pilihan. Pemerintah juga bisa mengoptimalkan penerimaan dari sektor-sektor tertentu.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pada kuartal III-2024, penerimaan pajak dari sektor Industri Pengolahan tumbuh negatif sebesar 6,3 persen secara neto dan 0,4 persen secara bruto dari tahun ke tahun.

Penerimaan pajak sektor Pertambangan juga turun signifikan, dengan penurunan sebesar 41,4 persen secara neto dan 28,3 persen secara bruto.

Baca juga: Pemerintah Naikkan PPN Jadi 12 Persen, INDEF Ingatkan Dampak ke Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pemerintah juga bisa memperluas basis pajak dengan mengkaji potensi penerimaan baru dari shadow economy dan menekan kebocoran dari perilaku penghindaran dan penggelapan pajak, termasuk transfer pricing.

Pemerintah dengan persetujuan DPR RI memiliki kewenangan untuk tidak menaikkan PPN menjadi 12 persen karena ada ruang manuver kebijakan, di mana rentang penurunan dan kenaikan PPN ada di angka 5 persen sampai 15 persen.

"Jika pemerintah dan DPR sepakat, kita bisa menunda atau membatalkan kenaikan PPN 12 persen di awal tahun 2025 mendatang," terang Kholid.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini