Pajak ini menetapkan tarif sebesar 2% untuk pendapatan perusahaan teknologi dari pengguna domestik.
Dalam tahun pertama penerapannya, DST Inggris berhasil mengumpulkan lebih dari USD 700 juta.
Sementara itu, Prancis juga telah memberlakukan pajak digital serupa dengan tarif 3%, yang menyasar raksasa teknologi seperti Google, Amazon, dan Facebook.
"Indonesia dapat mempelajari model ini dan menyesuaikannya dengan kondisi lokal," ucapnya.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga bisa memperkenalkan skema kerja sama dengan platform digital untuk mempermudah pelaporan dan pemungutan pajak.
Contohnya, Korea Selatan menggunakan integrasi data waktu nyata antara platform e-commerce dan otoritas pajak untuk memastikan semua transaksi tercatat secara akurat.
Model seperti ini dapat diterapkan di Indonesia untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Dengan optimalisasi kebijakan pajak digital, Achmad menyebut, pemerintah tidak hanya dapat meningkatkan penerimaan negara secara signifikan, tetapi juga menciptakan iklim persaingan yang lebih adil bagi pelaku usaha lokal dan global.
"Langkah ini juga mengurangi ketergantungan pada pajak konsumsi tradisional yang membebani masyarakat umum," ucapnya.
Langkah, kedua yaitu reformasi pajak penghasilan (PPh) untuk golongan atas.
Menurutnya, pemerintah dapat mengevaluasi ulang struktur Pajak Penghasilan (PPh) bagi golongan masyarakat berpenghasilan tinggi.
Pengenaan tarif yang lebih progresif pada kelompok super kaya akan menciptakan penerimaan tambahan tanpa berdampak langsung pada mayoritas masyarakat.
Perkenalan pajak kekayaan (wealth tax) terhadap aset juga memberikan suasana pemerataan kepada mereka super kaya.
Pendekatan ini juga lebih adil karena mendistribusikan beban pajak sesuai dengan kemampuan ekonomi individu.