Ketiga, kata Achmad, perbaikan tata kelola pemungutan PPN.
Ia menyampaikan, pemerintah harus fokus pada perbaikan tata kelola pemungutan PPN sebesar 11% yang sudah ada saat ini.
"Dengan menutup celah kebocoran pajak, meningkatkan pengawasan, dan memperkuat sistem teknologi informasi perpajakan, potensi tambahan penerimaan bisa mencapai Rp50-75 triliun per tahun tanpa harus menaikkan tarif," paparnya.
Keempat, evaluasi paket bebas pajak untuk investasi pertambangan dan hilirisasi.
Menurutnya, kebijakan pembebasan pajak untuk sektor pertambangan dan hilirisasi perlu dievaluasi ulang.
Ia menilai, peninjauan insentif yang kurang efektif dapat memberikan tambahan penerimaan hingga Rp30 triliun per tahun jika difokuskan pada investasi yang lebih produktif dan berkelanjutan.
Kelima, efisiensi belanja negara.
Selain meningkatkan penerimaan, Achmad menyampaikan, pemerintah perlu melakukan efisiensi pada belanja negara. Evaluasi terhadap program-program yang tidak produktif atau memiliki tingkat kebocoran tinggi harus menjadi prioritas.
Dana yang dihemat dari efisiensi ini dapat dialihkan untuk menutupi kebutuhan anggaran tanpa harus membebani masyarakat.
Keeman, pengembangan ekonomi hijau.
Investasi pada sektor ekonomi hijau, seperti energi terbarukan dan pengelolaan limbah, memiliki potensi untuk meningkatkan pendapatan negara melalui inovasi dan insentif baru.
Pemerintah dapat memperkenalkan kebijakan pajak karbon yang adil, yang tidak hanya meningkatkan penerimaan negara tetapi juga mendorong keberlanjutan lingkungan.
"Menunda kenaikan PPN dan mengeksplorasi alternatif lain yang lebih inovatif adalah langkah yang diperlukan untuk menjaga daya beli masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan memperkuat kepercayaan publik," tutur Achmad.