UU No 1 tahun 2020 itu lalu diturunkan ke dalam beberapa peraturan perundangan seperti Peraturan
Presiden (Perpres) 54 Tahun 2020 yang memuat postur APBN setelah Covid-19.
"Bakal ditetapkan revisi Perpres 54 Tahun 2020 yang akan menampung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) karena dalam perpres awal lebih fokus pada krisis bidang kesehatan dan bansos kepada masyarakat. Bagian
ketiga mengenai ekonomi dan keuangan serta pemulihannya akan tertuang dalam revisi perpres ini,"
ungkap Sri Mulyani.
Biayai 6 bidang
Perpres No 54 Tahun 2020 itu kemudian diturunkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun
2020 mengenai PEN yang menetapkan 4 modalitas sebagai instrumen APBN untuk mendukung
pemulihan ekonomi nasional yaitu penyertaan modal negara (PMN), penempatan dana pemerintah di
perbankan, investasi pemerintah, penjaminan, dan belanja negara yang ditujukan untuk menjaga dan
memulihkan ekonomi nasional akibat Covid-19.
"Jumlah Rp 677,2 triliun itu terdiri dari bidang kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun termasuk di dalamnya
untuk belanja penanganan Covid-19, tenaga medis, santunan kematian, bantuan iuran untuk jaminan
kesehatan nasional, pembiayaan gugus tugas, dan insentif perpajakan di bidang kesehatan" tambah Sri
Mulyani.
Kedua, untuk perlindungan sosial yang menyangkut Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako,
bantuan sosial (bansos) untuk Jabodetabek, bansos non-Jabodetabek, Kartu Prakerja, diskon listrik yang
diperpanjang menjadi enam bulan, dan logistik untuk sembako serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana
desa, senilai total Rp 203,9 triliun.
Ketiga, dukungan kepada UMKM dalam bentuk subsidi bunga, penempatan dana untuk restrukturisasi
dan mendukung modal kerja bagi UMKM yang pinjamannya sampai Rp 10 miliar, serta belanja untuk
penjaminan terhadap kredit modal kerja darurat.
"Kalau pakai kata-kata Presiden, kredit modal kerja yang diberikan untuk UMKM di bawah Rp 10 miliar
pinjamannya. Itu dukungan di dalam APBN mencakup Rp 123,46 triliun" kata Sri Mulyani.
Keempat, untuk insentif dunia usaha agar mereka mampu bertahan dengan melakukan relaksasi di
bidang perpajakan dan stimulus lainnya mencapai Rp 120,61 triliun.
"Kelima bidang pembiayaan dan korporasi termasuk di dalamnya adalah PMN, penalangan untuk kredit modal kerja darurat untuk non-UMKM padat karya, serta belanja untuk premi risiko bagi kredit modal kerja bagi industri padat karya
yang pinjamannya Rp 10 miliar-Rp1 triliun," tambah Sri Mulyani.
Keenam, dukungan untuk sektoral maupun kementerian/lembaga serta pemerintah daerah yang
mencapai Rp 97,11 triliun. "Jadi total penanganan Covid-19 adalah Rp 677,2 triliun," kata Sri Mulyani.
(tribunnetwork/yol)