Risma mengatakan telah bekerja sama dengan asrama haji untuk menampung para carrier atau pasien tanpa gejala yang sehat secara fisik.
Setiap harinya para pasien ini akan menjalani kegiatan kebugaran selama tinggal di asrama haji.
Sementara itu metode berbeda diterapkan untuk para pasien yang mengisolasi diri di rumah.
"Kalau dia ada di rumah, mereka harus seperti apa? Jadi kami memberikan sampai detail sampai sisir, piring jadi kalau di rumah itu dihuni lima orang, maka kita memberikan lima orang itu kebutuhan sehari-hari."
"Kalau laki-laki ada sikat cukurnya, kalau perempuan ada pembalutnya, kalau bayi kita beri susu jadi kita lakukan pola itu," jelas Risma.
"Kalau dia diisolasi di rumah, maka setiap hari kita kirim dia makanan, selama tiga hari," tambahnya.
Di luar itu, Pemkot Surabaya bekerjasama dengan tokoh masyarakat, RT, hingga tingkat Kecamatan untuk mengawasi pasien yang isolasi mandiri ini.
Alasan Risma mengirim makanan kepada warganya yang sedang isolasi mandiri adalah ingin berlaku adil.
"Makanan harus kita kirim, tidak adil kalau kita minta mereka mengisolasi diri tapi kemudian kita tidak memberikan bantuan peralatan tadi."
Selain monitoring dari warga, tenaga kesehatan dari puskesmas juga secara rutin akan mengecek keadaan warga tersebut.
"Jadi ini memang langkah kami bagaimana memutus mata rantai (corona) itu."
"Dan ini adalah ide dari Pak Kapolda bagaimana kami membuat Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo, dari 1.390 RW di Surabaya kami sudah membentuk 1.339 Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo."
"Nah ini yang mereka mengawasi kampungnya supaya bisa dijaga, sehingga perkembangannya tidak keluar."
Dengan adanya kampung ini, selama tiga bulan warga yang positif Covid-19 selalu tercatat di data pemerintah.