"Sehingga epidemi diabetes juga meningkat. Kemudian orang yang obesitas dan diabetes, gampang banget terkena penyakit jantung atau stroke. Itu juga epidemi, karena sekarang hal itu sudah mengglobal juga, di banyak negara terjadi," imbuhnya.
Sindemi Covid-19 Dicky mengatakan, sindemi Covid-19 memang terjadi di beberapa negara yang terdampak parah Covid-19, seperti Amerika Serikat.
"Sinergitas itu terjadi antara Covid-19 dengan orang obesitas, orang diabetes, orang penyakit jantung, hipertensi, ini membuat kondisi Covid-19 nya semakin buruk," kata Dicky.
"Ditambah lagi kalau sindemi ini tidak hanya di aspek tersebut tapi juga health determinant, seperti akses pelayanan kesehatan, dan ekonomi.
Sehingga semua faktor ini bersinergi membuat perburukan pengendalian pandemi satu negara," imbuhnya.
Dilansir dari The Lancet, 22 Oktober 2020, Emily Mendenhall, dari Science, Technology, and International Affairs Program, Edmund A Walsh School of Foreign Service, Georgetown University, mengatakan bahwa kondisi sindemi tidak bisa digeneralisir secara global.
Dia menyebut ada konteks yang berbeda dalam penanganan pandemi di setiap negara, sehingga tidak semua negara bisa dikatakan mengalami sindemi Covid-19.
Mendenhall memaparkan, Amerika Serikat bisa disebut mengalami sindemi berkat berbagai faktor, seperti kebijakan dari pemerintah, dan rasialisme yang mengakar secara sistemik.
Hal itu menurutnya mendorong angka kematian dan penularan Covid-19 di AS menjadi tinggi.
Di sisi lain, Medenhall menyebut, kondisi sindemi tidak bisa dikatakan terjadi di Selandia Baru.
Karena berkat kebijakan penanganan yang tepat, Selandia Baru berhasil merespon krisis Covid-19 dengan baik.
Bagaimana dengan Indonesia?
Dicky juga menyetujui pendapat yang dikemukakan oleh Medenhall.
Menurutnya, sindemi melibatkan banyak faktor yang ada di suatu negara, sehingga tidak bisa disamakan dengan negara lain.