Akurasi dari GeNose, menurut Bambang, telah diuji sebelum mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan.
"Akurasinya menurut uji validasi yang dilakukan terakhir yang sudah disampaikan kepada Kemenkes sebelum mendapat izin edar, tingkat sensitivitas itu sekitar 92 persen, tingkat spesifiitas itu 95 persen," ucap Bambang dalam konferensi virtual, Kamis (7/1/2021).
Metode pengetesan melalui hembusan nafas yang dilakukan melalui GeNose, menurut Bambang, juga berbeda dengan alat Rapid Test lain.
Alat Rapid Test Antibodi menggunakan darah, sementara Rapid Test Antigen melalui swab.
Meski begitu, Bambang menegaskan bahwa GeNose bukan alat untuk mendiagnosa Covid-19. Alat untuk mendiagnosa, menurut Bambang, hanya alat Polymerase Chain Reaction (PCR).
GeNose merupakan alat untuk tes cepat yang dapat digunakan untuk membantu pelacakan pihak yang terpapar Covid-19.
Baca juga: Menristek Harap GeNose Digunakan di Tempat yang Tingkat Keramaiannya Tinggi
"GeNose ini adalah alat screening bukan alat diagnosa. Diagnosa tetap dengan PCR test. Jadi intinya PCR test itu adalah untuk diagnosa, GeNose ini untuk screening," tutur Bambang.
Saat seseorang dinyatakan positif melalui GeNose, dirinya harus menjalani tes kedua dengan alat ini. Setelah dua kali positif, baru bisa menggunakan PCR untuk memastikan kondisinya.
"Nantinya kalau seseorang itu positif setelah dicek embusan nafasnya. Maka harus sekali lagi melakukan GeNose, dan kalau memang positif dua kali baru kemudian PCR test untuk memastikan apakah yang bersangkutan benar-benar positif," pungkas Bambang.
Seperti diketahui, GeNose merupakan perangkat yang mampu mendeteksi covid-19 menggunakan hembusan nafas. GeNose C19 secara resmi mendapatkan izin edar (KEMENKES RI AKD 20401022883) untuk mulai dapat pengakuan oleh regulator, yakni Kemenkes.