Pemerintah tidak perlu menjadikan negara-negara lain yang saat ini alami lonjakan kasus Covid-19 sebagai pembanding untuk mendapat permakluman masyarakat.
"Masyarakat tentu akan lebih apresiatif jika pemerintah lebih transparan. Yang tiba-tiba muncul belum lama ini statemen Menkes, pemerintah salah sasaran soal testing Covid-19.
Juga pernyataan Presiden akui sulit terapkan kebijakan gas dan rem. Setelah pandemi berjalan hampir 1 tahun baru mulai ada pengakuan, tetapi tidak secara jelas menyebut secara sistematis masalah yang terjadi," ucapnya.
Sukamta memberi contoh sikap Perdana Menteri Inggris Boris Johnson yang menyatakan minta maaf dan bertanggung jawab atas kematian akibat Covid-19 di Inggris yang menyentuh angka 100 ribu adalah hal yang patut dipuji.
"Saya kira pemerintah tidak perlu menunggu jumlah angka kematian akibat Covid lebih banyak untuk menyatakan minta maaf.
Untuk selanjutnya pemerintah harus lebih fokus dan bisa merangkul lebih banyak pihak yang kompeten untuk bersama-sama mengatasi pandemi.
Wacana dan isu politik yang membuat gaduh lebih baik dibuang jauh-jauh supaya energi bangsa ini bisa fokus atasi pandemi," pungkasnya.
Setengah Hati
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Lucy Kurniasari menyebut kebijakan penanganan Covid-19 setengah hati.
Menurutnya itu menunjukkan kebijakan pemerintah melalui PSBB dan PPKM tidak efektif.
"Kebijakan PSBB dan PPKM menurut saya terlalu kompromistis dengan mencari jalan tengah antara kesehatan dan ekonomi. Kebijakan kompromi ini terbukti tidak efektif," kata Lucy kepada wartawan, Kamis (28/1/2021).
Dia mengatakan, PSBB dan PPKM terlalu longgar dan tidak memperhatikan aspek geografis.
Kasus PPKM yang dibatasi di Pulau Jawa dan Bali misalnya, tetap saja tidak dapat membatasi mobilisasi warga.
Interaksi warga dari dan ke Pulau Jawa dan Bali tetap berlangsung.
"Ini tentu membuka celah terjadinya penularan Covid-19," kata dia.