Ia mengaku 'sangat kecewa', karena para Ilmuwan WHO ini diketahui telah berjuang untuk mendapatkan izin yang diperlukan untuk memasuki negara itu.
Kendati demikian, begitu para Ilmuwan yang tergabung dalam tim investigasi WHO ini memasuki China pada pertengahan Januari lalu dan menjalani masa karantina selama 14 hari, mereka justru memuji China karena memberikan akses ke setiap situs yang mereka minta untuk dikunjungi.
Satu diantara serangkaian kunjungan pertama mereka ke lokasi itu adalah ke fasilitas penyimpanan rantai dingin, ini berdasar pada asumsi bahwa virus bisa saja dibawa ke China dari tempat lain.
Pada 30 Januari 2021, pejabat China memimpin kunjungan para peneliti ini ke pameran yang memperingati pertempuran awal Wuhan melawan Covid-19 dan penguncian (lockdown) kota itu selama 76 hari untuk menahan laju penyebaran virus.
Tim investigasi WHO juga mengunjungi Pasar Makanan Laut Grosir Huanan, tempat di mana Covid-19 kali pertama terdeteksi.
Kemudian turut mengunjungi Institut Virologi Wuhan, sebuah laboratorium yang selama ini menjadi pusat teori konspirasi.
Teori yang mengklaim bahwa Ilmuwan di laboratorium itulah yang memproduksi virus tersebut, hingga akhirnya bocor dari fasilitas itu.
Seorang profesor dalam Badan Tata Kelola Kesehatan Global di City University of Hong Kong, Nicholas Thomas mengatakan bahwa penyelidikan WHO memang berhasil karena mengesampingkan teori tentang 'puncak yang lebih gila dari spektrum konspirasi'.
Namun penyelidikan tersebut masih mengalami masalah mendasar karena terkesan dipaksakan oleh China.
"Penundaan untuk memulai investigasi di China mengindikasikan bahwa kami mungkin tidak akan pernah tahu cerita lengkapnya, itu akan selalu dikaburkan. Tanda tanya yang akan menggantung pada misi ini adalah misi ini bisa sukses, jika tim masuk lebih awal, karena akan ada lebih banyak data yang dikeluarkan," tegas Thomas.
China pun merespons, media pemerintah China menangkap kesimpulan tim investigasi WHO bahwa virus itu kemungkinan tidak berasal dari China, setelah konferensi pers disampaikan WHO pada Selasa lalu.
The Global Times, sebuah tabloid nasionalis di China mengatakan, temuan WHO mengindikasikan bahwa lebih banyak upaya penelusuran harus dimulai di Asia Tenggara.
Begitu pula pemberitaan di surat kabar berbahasa Inggris 'The China Daily' yang didukung pemerintah.
Media itu 'membingkai' ceritanya tentang konferensi pers itu dan menarik kesimpulan bahwa penyelidikan asal-usul Covid-19 tidak boleh terikat secara geografis ke China.
Dua media ini pun menyinggung komentar salah satu anggota tim investigasi WHO, Marion Koopmans yang mengatakan WHO harus terus melacak produk yang dijual di pasar Wuhan pada Desember 2019 ke sumber mereka, seperti ke pertanian di wilayah lain di China atau bahkan ke luar negeri.
Thomas mengatakan teori China bahwa Covid-19 diimpor dari makanan, secara teknis memang masuk akal.
Namun ia terkejut dengan seberapa besar kepercayaan yang diberikan oleh tim investigasi WHO terhadap teori tersebut.
"Itu mengejutkan, karena ini pertama kalinya kami mempertimbangkan dari jarak jauh cerita asal Asia Tenggara untuk kasus ini. Teori bahwa virus itu mungkin berasal dari Asia Tenggara mendekati narasi negara China, dibandingkan dengan apa yang kita lihat dari WHO sejauh ini," tegas Thomas.
Sedangkan Ilmuwan lainnya, telah menolak teori impor ala China ini sepenuhnya.
Mereka berpendapat, asumsi WHO bahwa virus itu masuk melalui interaksi dengan hewan hidup jauh lebih masuk akal.
Karena penularan melalui makanan, jika memang ada, kemungkinan hanya akan menyebabkan sedikit wabah lokal di seluruh dunia.
Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat (AS) pun telah mengindikasikan bahwa mereka tidak akan begitu saja 'meyakini 100 persen' hasil investigasi yang dilaporkan WHO.
Seperti yang disampaikan Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki dalam jumpa pers pada hari Selasa lalu.
"Kami ingin melihat sendiri datanya, kami telah menyatakan keprihatinan kami mengenai perlunya transparansi penuh dan akses dari China dan WHO ke semua informasi mengenai hari-hari awal pandemi," kata Psaki.
Perlu diketahui, sejak awal masa pandemi, WHO telah mendapat kecaman di sejumlah negara termasuk AS karena organisasi itu dituding meyakini asumsi China terkait Covid-19.
Thomas mengatakan temuan WHO mencerminkan perjuangan lembaga tersebut untuk menyeimbangkan antara kepentingan salah satu negara anggotanya yang paling penting dan misinya untuk menemukan bagaimana pandemi ini dimulai.
"WHO terjebak di antara batu dan tempat yang keras. Di satu sisi, WHO bertanggung jawab kepada negara-negara anggotanya, dan dalam hal ini mereka harus mempertimbangkan keinginan China. Tapi di sisi lain, mereka juga mencoba untuk mengungkap kebenaran," pungkas Thomas.
Sumber: https://fortune-com.cdn.ampproject.org/v/s/fortune.com/2021/02/10/who-wuhan-lab-china-covid-origin/amp/?amp_js_v=a6&_gsa=1&usqp=mq331AQHKAFQArABIA==#aoh=16133426217775&referrer=https://www.google.com&_tf=From %1$s&share=https://fortune.com/2021/02/10/who-wuhan-lab-china-covid-origin/