"Kalau ada penelitian-penelitian baru, saya mendukung dan tertarik banget. Namun sebagai dokter, kita harus bicaranya terbuka mengenai data ilmiahnya," kata Zubairi kepada Kompas.com, Jumat (19/2/2021).
"Sel dendritik ini kan sejak beberapa tahun lalu sudah dipikirkan untuk mengatasi kanker. Namun mengatasi penyakit infeksi saya baru denger sekarang. Jadi ini memang hal yang menarik," sambungnya.
Baca juga: Ibu Hamil Boleh Divaksin Covid-19? Begini Kata Kemenkes
Zubairi mengungkapkan, vaksin tersebut berpotensi mengharumkan nama Indonesia jika benar-benar berhasil.
Menurutnya Indonesia nanti akan dianggap sebagai perintis vaksin berbasis dendritik.
Kedua, Zubairi melihat Vaksin Nasional sangat sulit untuk digunakan di masa darurat seperti saat ini.
Pasalnya, proses vaksinasi dari pengambilan darah hingga bisa disuntikkan kembali membutuhkan waktu berhari-hari.
"Tentu tidak mudah, sulit sekali. Padahal target pemerintah 800.000 per hari. Namun jika seandainya berhasil, ya welcome saja, tidak usah untuk ratusan ribu," jelasnya.
"Yang penting adalah terbukti aman dan efektif yang menurut saya saat ini belum cukup data," lanjutnya.
Ketiga, Zubairi mempertanyakan soal klaim Vaksin Nusantara menciptakan antibodi seumur hidup.
Menurutnya, klaim tersebut membingungkan publik dan tidak disertai data.
Bahkan, para ahli dunia pun belum bisa menjawab apakah antibodi yang dihasilkan vaksin Moderna, Sinovac, Pfizer tahan lama.
"Tidak ada itu klaim yang mereka sampaikan bahwa antibodi dari vaksin-vaksin tersebut bisa bertahan enam bulan, satu tahun, apalagi seumur hidup," ujarnya.
Zubairi menegaskan, penelitian vaksin tak hanya membutuhkan harapan, tetapi juga harus berdasar pada data.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Catatan Kritis soal Vaksin Covid-19 Nusantara".
(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (Kompas.com/Ahmad Naufal Dzulfaro)