"Jaga jarak fisik ini yang paling sulit dan paling rendah dari presentase kepatuhannya. Nah Indonesia itu budayanya itu memang senengnya kumpul."
"Kita punya filosofi kalau di Jawa punya filosofi 'Mangan ora makan yang penting kumpul'. Kita nggak boleh kumpul, makan nggak bisa, tapi kumpul juga nggak boleh, nah itu merupakan tantangan masyarakat kita," ungkap Daisy .
Ia menyebut, sulitnya masyarakat menjaga jarak ini menjadi tantangan yang perlu diperbaiki.
Diharapkan, pihak terkait dapat membuat panduan yang jelas dan rinci terkait kebiasaan adaptasi baru ini.
Misalnya, panduan menjaga jarak dalam transportasi umum maupun mengantre di supermarket.
Baca juga: Aturan Baru Pencegahan Covid-19 di Prancis Timbulkan Pertanyaan dan Kritik
Baca juga: Vaksin Covid-19 Novavax dan Pfizer Diprediksi Masuk Indonesia Pertengahan Semester Dua 2021
"Antrean ini tidak ada panduan yang jelas bagaimana mengantre. Kita punya budaya misalnya masuk ke dalam MRT, ke dalam bus itu juga harus protokol kesehayan jaga jarak, tapi ternyata enggak. Takut kehilangan kesempatan ya nalurinya," jelasnya.
Daisy berharap, masyarakat dapat displin akan protokol kesehatan agar pandemi Covid-19 ini terkendali.
"Jaga jarak fisik itu sulit sekali, misalnya mengantre di kasir walaupun ada batasnya padahal sudah ada batasnya, tetap saja orang menempel ke punggung orang di depannya," kata Daisy.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Rina Ayu Panca Rini)