Pertimbangan untuk mencampurkan vaksin yang ada di China dengan vaksin lain berbasis mRNA pun muncul.
"Vaksin China tidak memiliki perlindungan yang sangat tinggi," kata direktur Pusat Pengendalian Penyakit China, Gao Fu pada konferensi pers yang dilakukan Sabtu (10/4/2021) di Chengdu.
Ini adalah pengakuan yang jarang terjadi terkait kelemahan vaksin yang diproduksi suatu negara.
Dilansir AP News, Senin (12/4/2021), China telah mendistribusikan ratusan juta dosis vaksinnya ke luar negeri.
Gia juga mempertanyakan keefektifan vaksin buatan Pfizer-BioNTech yang dibuat menggunakan mRNA.
"Sekarang kami mempertimbangkan, apakah harus menggunakan vaksin yang berbeda (mencampurkan vaksin) dari jalur teknis untuk imunisasi," kata Gao.
Dalam konferensi pers hari Minggu (11/4/2021), pejabat China tidak menanggapi secara langsung pernyataan Gao atau kemungkinan perubahan dalam jalur teknis imunisasi.
Namun, pejabat CDC lainnya mengatakan pengembang vaksin sedang mengerjakan vaksin berbasis mRNA.
Baca juga: Peneliti Sebut Vaksin Sinovac Efektif Melawan Virus Mutasi B117, Tapi Tidak B1351
Dilaporkan AP News, Gao tidak menanggapi panggilan telepon yang meminta komentar lebih lanjut.
"Vaksin mRNA yang dikembangkan di negara kami juga telah memasuki tahap uji klinis," kata pejabat lain Wang Huaqing.
Kendati sudah masuk tahap uji klinis, Huaqing tidak dapat memprediksi kapan vaksin berbasis mRNA yang dibuat akan dapat digunakan.
Para ahli mengatakan, mencampurkan vaksin atau imunisasi berurutan (dua vaksin berbeda) dapat meningkatkan efektivitas.
Para peneliti Inggris sedang mempelajari kemunginan kombinasi Pfizer-BioNTech dan vaksin AstraZeneca.