Dr Sachdev pun menunjukkan ruang gawat darurat yang biasanya digunakan untuk menangani tiga pasien.
Namun pada kondisi seperti ini, ruangan itu merawat tujuh hingga delapan pasien.
"Perempuan itu seharusnya berada di ICU sekarang. Dia sudah di sini selama dua hari karena tidak ada tempat tidur dalam ruang perawatan intensif," papar Dr Sachdev, sambil menunjuk seorang perempuan muda yang menggunakan ventilator.
Para perawat dan dokter di rumah sakit itu bekerja secara bergantian.
Beberapa diantaranya memiliki kerabat yang menderita Covid-19 dan dirawat di rumah sakit tempat mereka bekerja.
"Kami bahkan tidak punya waktu untuk pergi dan mengunjungi mereka. Mereka kelelahan secara fisik dan emosional, banyak yang mudah marah," jelas Dr Sachdev.
Baca juga: Ketum Persi Berharap Rumah Sakit Siap Hadapi Perkembangan Teknologi 4.0
Hal yang sama disampaikan Direktur pelaksana rumah sakit Aakash, Dr Aashish Chaudhry yang mengatakan bahwa ia selalu terbangun beberapa kali setiap malam hanya untuk memeriksa persediaan oksigen, mencari sumbernya dan memburu persediaan.
"Saya membeli oksigen dengan harga emas sekarang, sangat mahal. Situasinya telah mencapai tingkat itu dan pemasaran secara ilegal sedang berlangsung. Harga oksigen yang biasanya 20-22 rupee per kilogram, sekarang menjadi 50 rupee per kilogram. Suntikan remdesivir yang biasanya 4.000 rupee bahkan 2.000 rupee, kini orang harus membelinya dengan harga 40.000 rupee, ini seharusnya tidak terjadi," kata Dr Chaudhry.
Kendati demikian, para tenaga kesehatan ini tetap berupaya memenuhi kebutuhan oksigen bag para pasiennya.
Mulai dari meminta, menukar bahkan membeli apa yang mereka bisa untuk menjaga agar pasien mereka tetap hidup.
Mereka mencoba melakukan apa yang mereka bisa untuk membuat para pasien ini tetap bernafas.
Rumah sakit ini bahkan telah menambah kapasitas tempat tidurnya dengan merawat pasien Covid-19 yang sakit di sebuah tenda yang dibangun di halaman rumah sakit.
Ada deretan pasien yang sakit di dalam tenda darurat itu dan mayoritas diantaranya memakai oksigen.
Di sana, seorang Profesor bernama Piush Kant Dixit tengah berjuang mengucapkan kata untuk menyampaikan bahwa dirinya sangat khawatir jika tiba-tiba pasokan oksigennya harus terhenti.