Hanya saja data bukti-buktinya masih belum cukup sehingga dibutuhkan pengawasan dan penelitian berulang yang kuat.
"Pemahaman kami terkait varian di kategori ini berkembang dengan cepat dan karena itu isinya bisa ditambah atau dikurangi begitu saja. Karena itu juga WHO tidak memberi label khusus," tulis WHO dalam situs resminya.
Sementara itu dikabarkan ada varian baru delta berkode AY.1 atau lazim disebut 'Delta Plus'. Varian ini terdeteksi sudah tersebar di beberapa kota di Indonesia di antaranya Mamuju dan Jambi.
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) varian 'Delta Plus' masuk ke dalam variant of concern (VoC). 'Varian Delta Plus' sudah diidentifikasi di 11 negara, termasuk Amerika Serikat. Professor of Molecular Immunology and Virology, Institute of Medical Sciences, Banaras Hindu University, Sunit K Singh menjelaskan mutasi yang terdapat dalam varian 'Delta Plus' adalah K417N. Mutasi yang juga ditemukan dalam varian Beta.
Dikutip dari Hindustan Times, pakar virologi India menilai gejala varian Delta Plus tidak memiliki perbedaan signifikan dengan varian Delta dan varian Beta (B1351).
"Varian Beta dengan mutasi ini telah menunjukkan kemampuan untuk lolos dari antibodi yang diberikan oleh vaksinasi COVID, setidaknya sampai batas tertentu. Dengan kata lain, ada kemungkinan vaksin COVID-19 tidak akan melindungi dari mutasi ini secara efektif," kata Sunit. (Tribun Network/rin/Hindustan Times/fit/wly)