Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Kebijakan Pemerintah mewajibkan pengguna transportasi udara melakukan tes RT PCR membuat masyarakat bingung.
Selain itu, kebijakan tersebut juga dinilai memberatkan masyarakat karena harga tes RT PCR terlalu tinggi.
Sejak diumumkan Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, bahwa pengguna moda transportasi udara di dalam negeri wajib melampirkan tes PCR, pada Senin 18 Oktober lalu, banyak pengguna pesawat yang panik.
Mereka yang memiliki jadwal penerbangan Selasa atau sehari setelah pengumuman harus melakukan tes PCR.
Padahal hasil tes PCR lebih dari 1 X 24 jam atau bisa lebih singkat dengan biaya lebih mahal.
"Kita begitu membaca berita, Senin malam telpon ke maskapai, katanya merujuk pada Inmendagri maka per Selasa esok sudah menerapkan PCR bukan antigen lagi," kata pengguna pesawat, Tommy Zakaria kepada Tribunnews, Selasa (26/10/2021).
Ternyata kebijakan tersebut tidak langsung diterapkan maskapai.
Baca juga: Turunnya Tarif Tes PCR Disesuaikan dengan Harga Pasar
Sebagian masih memperbolehkan penumpang hanya melampirkan tes antigen saja.
Pemerintah baru menerapkan syarat tes PCR sepekan kemudian, pada Kamis siang 21 Oktober atau 2 hari setelah Inmendagri 47/2021 terbit.
"Jadi 2 sampai 3 hari sejak pengumuman, masyarakat bingung, ini pakai tes PCR atau engga. Kita telpon ke maskapai katanya pakai tes PCR, ternyata di lapangan antigen boleh. Eh ternyata baru berlaku sepekan kemudian, kan kacau ini pemerintah" katanya.
Pemerintah dinilai gagap dalam menerapkan kewajiban tes PCR.
Sejumlah klinik di Bali terpaksa menolak warga yang ingin tes PCR karena kehabisan stok.
Padahal mereka ingin tes PCR untuk keperluan penerbangan.
Baca juga: Kembangkan Reagen PCR Covid-19, Zebra Nusantara Akan Gandeng Perusahaan Asal Korsel
Pantauan Tribunnews.com di salah satu klinik atau lab di Batu Balig, Kabupaten Badung, lebih dari 20 orang ditolak untuk tes PCR pada Minggu (24/10/2021).