Terkait percobaan tersebut, para peneliti menemukan bahwa hanya 36 persen pasien kanker darah yang mencapai respons imun terhadap Covid-19 setelah mendapatkan vaksinasi penuh, dibandingkan dengan 78 persen pasien kanker atau tumor padat dan 88 persen peserta dengan kondisi yang sehat.
Dosis pertama vaksin tidak bekerja dengan baik pada pasien kanker padat, dengan hanya 38 persen yang mengembangkan respons imun terhadap Covid-19.
Namun saat dosis kedua diberikan pada 3 atau 12 minggu setelah dosis pertama, ternyata dapat meningkatkan perlindungan.
"Kanker cenderung merusak sistem kekebalan tubuh, terutama kanker darah. Kanker darah sering melibatkan sel-sel yang berinteraksi dengan atau merupakan bagian dari sistem kekebalan, limfoma misalnya. Penyakit itu sendiri mengurangi kapasitas sistem kekebalan untuk berfungsi secara normal," tegas Dr. Schaffner.
Sementara itu Wakil Presiden Eksekutif dan Kepala Petugas Medis American Society of Clinical Oncology, Dr. Julie Gralow mengatakan diagnosis kanker tampaknya mengalahkan usia sebagai faktor risiko untuk respons kekebalan yang lebih lemah.
Hal yang sama pun disampaikan Direktur sementara Program Transplantasi Darah dan Sumsum Klinik Cleveland, Dr. Betty Hamilton menilai perawatan yang digunakan untuk menyembuhkan kanker seperti kemoterapi, terapi radiasi, imunoterapi juga dapat mengganggu respons imun.
"Kami merasa bahwa pasien yang mengalami imunosupresi atau immunocompromised, dalam beberapa hal memiliki respons yang kurang terhadap vaksin," kata Dr. Hamilton.
Ia menjelaskan mengenai kondisi pasien kanker serta pasien yang menjalani transplantasi organ.
"Namun, pasien kanker harus mendapatkan vaksin dan booster Covid-19," jelas Dr. Hamilton dan Dr. Schaffner.
Kendati demikian, Dr. Hamilton pun tetap meminta pasien untuk mendapatkan vaksinasi.
"Kami masih merekomendasikan vaksinasi untuk pasien ini karena kami percaya bahwa sedikit perlindungan lebih baik daripada tidak sama sekali," pungkas Dr. Hamilton.