Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akhir-akhir ini Virus Corona varian AY.4.2 jadi perbincangan global.
Varian ini dikhawatirkan merebak ke banyak negara yang kemudian menimbulkan kenaikan kasus Covid-19.
Benarkah demikian?
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan data-data dan bukti ilmiah masih terus dikumpulkan.
Ada informasi terkait penularan yakni AY.4.2. nampaknya sekitar 10 sampai 15 persen lebih menular.
Data dari Inggris menunjukkan penularan lanjutan atau secondary attack rate varian Delta di rumah tangga yang diteliti adalah 11 persen sementara angkanya pada AY.4.2. meningkat menjadi 12,4 persen.
Ada juga yang menyebut AY.4.2. sebagai Delta Plus.
"Ini bukanlan istilah baku, walau tentu boleh-boleh saja digunakan karena memang merupakan terusan dari varian Delta. Hanya saja harus diingat bahwa sebelum AY.4.2. sudah ada Delta Plus yang lain," katanya dalam rilis tertulisnya Rabu (3/11/2021).
Baca juga: Muncul Varian Baru Corona AY.4.2, Varian Turunan Delta Penyebab Lonjakan Kasus di Inggris
Sekitar bulan Mei dan Juni 2021 India menghadapi varian K417N yang juga merupakan turunan dari varian Delta, dan disebut sebagai Delta Plus ketika itu.
Ada empat hal yang dapat dan perlu dilakukan sebagai antisipasi.
Pertama adalah pembatasan sosial dan kedua menerapkan 3T berupa test, telusur dan terapi.
"Karena kita bicara tentang varian baru maka jumlah pemeriksaan Whole Genome Sequencing harus terus ditingkatkan dari waktu ke waktu," ungkap Guru Besar FKUI ini.
Data di GISAID per 1 November 2021 menunjukkan Indonesia sudah mengirimkan 8350 sampel .
Sementara Singapura sudah mengirimkan 8970 sampel, Filipina mengirim 12.681, India jauh lebih tinggi lagi karena sudah mengirim 72.325 WGS ke GISAID.
"Tentu tidak terlalu tepat juga kalau membandingkan dengan negara maju," imbuhnya.