Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah mengulang kesalahan yang sama seperti tahun 2021 dengan merencanakan pemberian vaksin booster secara berbayar.
Dengan alasan mengurangi beban APBN, sebagian vaksin booster akan berbayar.
Padahal menurut Bhima, sebenarnya pemerintah masih memiliki kapasitas untuk memberikan vaksin secara gratis sampai mencapai herd immunity.
“Ini seperti mengulang kesalahan yang sama, yang sudah direvisi, sekarang muncul lagi,” kata Bhima di Konferensi Pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan, Minggu (9/1/2021).
Pemerintah beralasan vaksinasi berbayar ini ditujukan agar beban APBN berkurang.
Namun di sisi lain, Bhima menilai pemerintah banyak menghabiskan dana APBN untuk hal yang tidak relevan dengan penanganan pandemi di tahun 2022.
Baca juga: Relawan Minta Vaksinasi Covid-19 Booster Harus Ditunda dan Diberikan Gratis, Ini Alasannya
“Jadi kalau dibilang apa APBN kita tidak cukup untuk mengcover vaksinasi yang sekarang, kenapa harus ada yang berbayar. Jawabannya karena pemerintah melakukan kesalahan alokasi pendanaan,” kata Bhima.
Bhima menyebut alokasi anggaran tahun ini banyak diberikan kepada mega proyek infrastruktur, dan untuk belanja yang bersifat birokratis, seperti belanja pegawai dan belanja barang.
Dari situ Bhima melihat ada alokasi yang bisa diberikan untuk pelaksanaan vaksinasi.
Utamanya vaksinasi yang tersisa untuk penduduk yang belum divaksin, khususnya bagi kelompok rentan.
Baca juga: Cara Unduh dan Perbaiki Data Sertifikat Vaksin Covid-19 yang Bermasalah serta Cek Status Vaksin
“Harusnya 100 persen bisa ditanggung oleh negara dan menjadi prioritas. Baru bicara soal vaksin booster. Tapi soal ini vaksin booster belum menjadi kebutuhan mendesak, kalau masih ada kelompok yang belum melakukan vaksinasi 2 dosis lengkap,” ujarnya.