Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Organisasi kesehatan dunia atau WHO baru saja menerbitkan pedoman pengobatan Covid-19 pada 14 Januari 2022/.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, aturan baru ini tentu berdasar bukti ilmiah terbaru.
Baca juga: Indonesia Produksi Obat Covid-19 Molnupiravir Mulai April 2022
Baca juga: WHO Setujui Penggunaan Dua Obat Baru untuk COVID-19
Berikut tiga rekomendasi terbaru:
1. Menggunakan obat baricitinib pada pasien Covid-19 berat dan kritis, sebagai alternatif dari “interleukin-6 (IL-6) receptor blockers”, dalam kombinasi dengan kortikosteroid.
2. Rekomendasi kondisional (conditional recommendation) untuk tidak menggunakan ruxolitinib dan tofacitinib untuk pasien Covid-19 berat dan kritis.
3. Rekomendasi kondisional (conditional recommendation) untuk menggunakan obat sotrovimab pada pasien tidak berat tetapi punya risiko besar untuk masuk rumah sakit.
Dalam pedoman pengobatan terbaru WHO versi kemarin 14 Januari 2022 juga dituliskan analisa tentang obat oral baru, yaitu molnupiravir dan nirmatrelvir/ritonavir
Kedua obat ini masuk dalam kelompok what is coming next, dimana disebutkan WHO masih terus mengumpulkan data ilmiah untuk analisa selanjutnya.
Obat ini sudah disejujui digunakan oleh berbagai negara di dunia, khususnya untuk pasien gejala ringan atau kasus-kasus awal.
"Kita tunggu saja perkembangannya dalam dalam pedoman edisi WHO selanjutnya," kata dia dalam keterangan tertulisnya, (15/1/2022).
Dalam pedoman pengobatan WHO edisi sebelumnya ada beberapa rekomendasi yang sudah dikeluarkan.
Untuk pasien yang berat atau kiritis maka ada rekomendasi kuat untuk pemberian kortikosteroid sistemik, juga kuat (strong recommendation) untuk penggunaan “IL-6 receptor blockers yaitu tocilizumab sarilumab dan rekomendasi kondisional (conditional recommendation untuk diberikan obat casirivimab-imdevimab pada mereka yang statusnya seronegatif.
Rekomendasi yang pernah juga diberikan terdahulu adalah untuk pasien Covid-19 tidak berat, yaitu rekomendasi kondisional (conditional recommendation) untuk diberikan casirivimab-imdevimab pada mereka yang ber risiko tinggi mendapat penyakit berat.
Pada edisi pedoman pengobatan Covid-19 oleh WHO sebelum ini juga pernah dibahas tentang untuk kasus ringan tidak direkomendasikan pemberian kortikosteroid sistemik dan plasma konvalesen.
Sementara untuk pasien berat dan kritis maka tidak direkomendasikan pemakaian plasma konvalesens kecuali dalam kerangka uji klinik.
WHO juga pernah menyatakan tidak merekomendasikan untuk Covid-19 dalam keadaan apapun untuk memberikan remdesivir (conditional recommendation), juga rekomendasi kuat (strong recommendation) untuk tidak memberikan hydroxychloroquine dan juga lopinavir/ritonavir, serta rekomendasi tidak menggunakan ivermectin kecuali untuk dalam kerangka uji klinik.
"Pedoman pengobatan ini terus berkembang dari waktu ke waktu, sesuai hasil penelitian terbaru dan perkembangan ilmu yang ada," ungkap Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI ini.
Indonesia Produksi Obat Covid-19 Molnupiravir Mulai April 2022
Saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah mengamankan 400 ribu tablet molnupiravir yang sudah disiapkan oleh PT Amarox.
Rencananya, PT Amarox akan memproduksi sendiri molnupiravir yang akan dimulai April atau Mei 2022.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi meminta PT Amarox juga bisa memproduksi paxlovid untuk menghadapi pandemi berikutnya.
Ia melanjutkan, Indonesia saat ini sedang dalam tahap masuk ke gelombang baru varian Omicron.
Diperlukan ketersediaan obat Covid-19 untuk membantu penanganan pandemi di tanah air.
“Beberapa varian obat yang pasti kita butuhkan adalah obat-obat anti virus seperti favipiravir dan juga molnupiravir. Kalau kita bisa dengan segera mendapat akses ke obat-obat tersebut akan sangat membantu untuk penanganan Covid-19 ini,” katanya dikutip dari siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (14/1/2021).
Selain ketersediaan obat Covid-19, pembuatan obat perlu dilakukan di dalam negeri.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya Indonesia mengalami kesulitan dari logistik pengiriman obat-obatan.
“Ini jadi penting sekali kalau kita bisa memproduksi obat dalam negeri dan manufacturing nya juga dibangun di sini,” ucap Budi.
Menkes Budi mengapresiasi keberadaan PT Amarox sebagai penyedia farmasi di Indonesia.
Ia mengatakan ada dua hal yang sangat butuh kerjasama dengan PT Amarox adalah dalam jangka pendek PT Amarox bisa membantu mengatasi pandemi Covid-19 dan jangka menengah PT Amarox bisa mendukung kemandirian obat dalam negeri.
“Diharapkan semua produk-produk yang kritikal bagi bangsa kita itu diproduksi di dalam negeri dan kita akan memastikan bahwa banyak perusahaan obat dan alat kesehatan di Indonesia sehingga kalau ada pandemi selanjutnya kita tidak bergantung kepada negara lain,” tuturnya.