TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pakar Epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman Indonesia memprediksi jika setelah Omicron, endemi covid-19 belum akan terjadi.
"Perlu diketahui semakin ke sini, kami para epidemiologi di pusat riset dunia semakin mendekati pada prediksi bahwa penyakit ini bukan menjadi endemi. Karakternya cukup kuat. Penyakit Covid-19 ini akan menjadi epidemi," ungkap Dicky pada Tribunnews, Jumat (21/1/2022).
Dicky mengatakan situasi epidemi akan naik turun.
Baca juga: Imbauan Menkes Budi Gunadi saat Kasus Omicron Meningkat
Baca juga: Pasien yang Terkonfirmasi Covid-19 Varian Omicron Bisa Lakukan Isolasi Mandiri, Ini Syaratnya
Ada gelombang kasus dan penurunan kasus. Semua itu dipengaruhi dengan intervensi dari pemerintah lewat kebijakan yang dikeluarkan dan ditetapkan.
Dimulai dari aspek testing, treacing dan treatment (3T), protokol kesehatan dan vaksin Covid-19.
Melihat situasi saat ini, untuk mencapai endemi bisa dikatakan cukup sulit.
Hal ini dikarenakan ada beberapa faktor.
Satu di antaranya adalah dalam populasi selalu ada yang tidak divaksin.
Selain itu untuk mencapai endemi angka reproduksi dijaga dan terjadi satu atau kurang.
"Tapi sulit, karena adanya masyarakat rawan, karena lahir, anak belum divaksinasi, kemudian ada fakta bahwa kekebalan yang timbul dari Covid-19 tidak lama," kata Dicky menambahkan.
Lantas kapan pandemi dapat berakhir?
"Ketika sebagian dunia, tentu harus satu atau dua benua. Misalnya Eropa dan sebagian Asia atau Australia masuk menjadi negara terkendali. Baru dapat terjadi endemi," pungkasnya.
Update Kasus Omicron di Indonesia
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merilis jumlah kasus penularan Covid-19 varian Omicron di Indonesia sebanyak 1.078 hingga Kamis (20/1/2022).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan dari jumlah tersebut, sebanyak 756 merupakan pelaku perjalanan dari luar negeri (PPLN).
"Non PPLN atau transmisi lokal sebanyak 257, dan belum diketahui (pemeriksaan epidemiologi) 65," kata Nadia melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Kamis.
Sebelumnya, kasus Omicron di Indonesia tercatat 882 pada Rabu (19/1/2022).
Dari jumlah itu, tercatat 649 perjalanan dari luar negeri dan 174 kasus merupakan transmisi lokal serta 59 masih pemeriksaan epidemiolog.
Kemenkes juga melaporkan, ada 5 negara penyumbang kasus Omicron terbanyak di Indonesia.
Lima negara tersebut, yakni Arab Saudi, Turki, Amerika Serikat, Malaysia dan Uni Emirat Arab.
Puncak Kenaikan Kasus Omicron Diprediksi Pertengahan Februari 2022
Pemerintah memprediksi puncak gelombang kenaikan kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia terjadi pada pertengahan Februari sampai awal Maret 2022.
Hal itu, berdasarkan perkembangan kasus Omicron di berbagai negara yang juga mengalami kenaikan.
Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan berbagai Langkah mitigasi untuk menekan lonjakan kasus Omicron di Indonesia.
Mulai dari meningkatkan kedisiplinan protokol kesehatan hingga menggencarkan vaksinasi di seluruh wilayah.
“Berdasarkan berbagai data yang telah kita amati. Dari hasil trajectory kasus Covid-19 di Afrika Selatan, puncak gelombang Omicron diperkirakan terjadi pada pertengahan Februari hingga awal Maret ini.”
“Namun, pemerintah akan melakukan berbagai langkah mitigasi agar peningkatan kasus yang terjadi lebih landai dibandingkan dengan negara lain sehingga tidak membebani sistem kesehatan kita,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, dikutip Tribunnews.com dari kanal YouTube Sekretariat Kabinet RI.
Menurutnya, berbagai langkah mitigasi itu, ialah penegakan protokol kesehatan dan akselerasi vaksinasi, dan pengetatan mobilitas yang akan menjadi opsi terakhir untuk dilakukan.
Luhut pun mengimbau agar perkantoran menerapkan work from home (WFH) bagi karyawannya untuk mengurangi aktivitas berkumpul.
“Kami mengimbau kalau di kantor tidak perlu 100 persen tidak usah 100 persen yang hadir, jadi dilihat situasinya, bisa diatur kantor masing-masing,” jelasnya.
Lebih lanjut, Luhut menyampaikan, pemerintah akan melakukan akselerasi vaksin booster bagi seluruh masyarakat.
Utamanya, yang tinggal di wilayah Jabodetabek dan penegakan protokol kesehatan yang dilakukan lebih masif untuk menahan laju penyebaran kasus.
Ia menegaskan, hanya yang sudah vaksinasi dua kali dapat beraktivitas di tempat publik.
Oleh karena itu, Menko Marves meminta masyarakat yang belum vaksinasi segera melakukan vaksinasi.
Kemudian, pemerintah juga akan terus mendorong vaksinasi dosis kedua untuk umum dan lansia, terutama di provinsi dan kabupaten/kota yang belum mencapai 70 persen dari target sasaran, sebagaimana dilansir Setkab.go.id.
Meski Omicron diprediksi puncak kenaikan kasusnya pada bulan Februari, Luhut menegaskan pemerintah siap menghadapi Omicron.
“Perlu saya tegaskan sekali lagi bahwa pemerintah memastikan sistem kesehatan kita hari ini sudah cukup siap untuk menghadapi Omicron ini.”
“Namun, langkah-langkah preventif yang berasal dari kesadaran masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan merupakan kunci utama penekanan laju penyebaran kasus ini,” tandasnya.
Pemerintah mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak bepergian ke luar negeri untuk kegiatan yang tidak esensial.
Varian Omicron Banyak Munculkan Korban Dari Kelompok Anak-Anak
Pakar Epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman Indonesia terus mengingatkan jika varian Omicron dapat berdampak serius pada anak-anak.
Selain adanya dampak Long Covid-19, adanya temuan yang menyatakan anak yang terinfeksi memiliki kasus pembekuan darah. Dan ini kata Dicky membuktikan jika Covid-19 dapat menjadi penyakit sistemik.
Bukan hanya menyerang saluran pernapasan saja. Tapi juga menyerang otak sampai ujung kaki, terutama pada anak. Ia pun mencontohkan negara Afrika Selatan yang menjadi awal mula kemunculan data Omicron.
Selama 22 bulan pandemi berlangsung, ada 780 kematian anak. Atau kalau diratakan sama dengan 35 kematian anak perbulan.
Saat ini, kematian pada anak perhari kemarin adalah 122 anak. Jika diratakan, maka ada sekitar 61 kasus kematian anak perbulan karena Omicron.
"Padahal Januari saja belum selesai. Ini saja hampir dua kali lipat dari kematian selama 22 bulan pandemi di Afrika Selatan. Ini harus membuka mata kita, apa yang terjadi di Afrika bisa terjadi di Indonesia," ungkap Dicky pada Tribunnews, Jumat (21/1/2022).
Bahkan bisa saja berdampak lebih buruk lagi. Situasi ini lah yang harus dicegah. Di sisi lain, data di Amerika menyebutkan jika kasus Covid-19 pada anak sebanyak 23 persen di ICU oleh Omicron.
Lalu sebesar 7 persen kasus positif Covid-19 anak berada di ventilator. Dan sekitar 2 persen berada dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan.
"Terakhir bicara Australia, selama pandemi sebelum Omicron, angka kematian anak tidak ada. Setelah Omicron, ada. Artinya hal yang terjadi di negara lain, terjadi juga di Australia yang memiliki peraturan sangat baik dan ketat," kata Dicky menambahkan.
Oleh karenanya Dicky kembali menyebutkan jika dirinya tidak mendukung pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen untuk saat ini.
"Sekali lagi saya tidak dalam posisi mendukung PTM 100 persen. Setidaknya sampai akhir Maret, karena akhir prediksi puncak kita. Tidak hanya masalah sekolah, selaras dengan kegiatan lain. Tidak mesti lockdown, PPKM," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Aisyah/Suci Bangun DS, Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)