TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah kembali melonggarkan pembatasan aktivitas masyarakat dalam rangka masa transisi menuju endemi Covid-19.
Seperti, perjalanan dalam negeri, masyarakat tak wajib menggunakan tes PCR atau antigen apabila sudah divaksin dua dosis.
Kemudian, pemerintah juga sedang melakukan uji coba kedatangan PPLN di Bali tidak perlu karantina dengan syarat-syarat tertentu.
Hal itu kemudian menimbulkan pertanyaan kemungkinan pelonggaran protokol kesehatan ke depannnya.
Baca juga: Pandemi Covid-19 Tingkatkan Kesempatan Perempuan jadi Pimpinan di Dunia Kerja
Misal kemungkinan melepas masker hingga tak perlu melakukan social distancing.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengatakan setiap pelonggaran dilakukan secara bertahap menuju endemi.
Sebelum endemi, ada beberapa indikator yang harus dicapai yakni transmisi komunitas pada level 1, cakupan vaksinasi minimal 70 persen, indikator testing tracing sesuai standard dan laju penularan dengan rate kurang dari 1.
Pelonggaran protokol kesehatan bisa dilakukan dengan menilai keadaan tren kasus.
"Pelonggaran prokes tentunya dinilai dengan keadaan tren."
"Pada prinsipnya kita mencari titik keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan non kepentingan, karena harus sinergis keduanya," kata Nadia dalam konferensi pers virtual, Selasa (8/3/2022) dikutip dari YouTube Kemenkes.
Baca juga: Tren Kasus Covid-19 Mulai Turun, Apakah Pertanda Aturan PPKM Bisa Dicabut?
Nadia menjelaskan, pelonggaran prokes seperti menjaga jarak dan menggunakan masker tak bisa dilakukan secara bersamaan.
Meskipun begitu, hal ini tiak menutup kemungkinan pelonggaran menjaga jarak dapat dilakukan dalam kegiatan tertentu, seperti ibadah.
Namun di samping pelonggaran itu, tetap dilakukan pencegahan penularan Covid-19.
"Seperti aktivitas di tempat ibadah karena kita mau memasuki Ramadan, mungkin jaga jarak sudah tidak dijadikan indikator."