News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Transisi ke Endemi, Adakah Kemungkinan Bisa Lepas Masker? Ini Kata Kemenkes

Penulis: Shella Latifa A
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi memakai masker - Kemenkes beri tanggapan soal kemungkinan melepas masker dan tak jaga jarak dalam masa transisi menuju endemi Covid-19.

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah kembali melonggarkan pembatasan aktivitas masyarakat dalam rangka masa transisi menuju endemi Covid-19.

Seperti, perjalanan dalam negeri, masyarakat tak wajib menggunakan tes PCR atau antigen apabila sudah divaksin dua dosis.

Kemudian, pemerintah juga sedang melakukan uji coba kedatangan PPLN di Bali tidak perlu karantina dengan syarat-syarat tertentu.

Hal itu kemudian menimbulkan pertanyaan kemungkinan pelonggaran protokol kesehatan ke depannnya.

Baca juga: Pandemi Covid-19 Tingkatkan Kesempatan Perempuan jadi Pimpinan di Dunia Kerja

Misal kemungkinan melepas masker hingga tak perlu melakukan social distancing.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengatakan setiap pelonggaran dilakukan secara bertahap menuju endemi.

Sebelum endemi, ada beberapa indikator yang harus dicapai yakni transmisi komunitas pada level 1, cakupan vaksinasi minimal 70 persen, indikator testing tracing sesuai standard dan laju penularan dengan rate kurang dari 1.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi (tangkap layar zoom)

Pelonggaran protokol kesehatan bisa dilakukan dengan menilai keadaan tren kasus.

"Pelonggaran prokes tentunya dinilai dengan keadaan tren."

"Pada prinsipnya kita mencari titik keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan non kepentingan, karena harus sinergis keduanya," kata Nadia dalam konferensi pers virtual, Selasa (8/3/2022) dikutip dari YouTube Kemenkes.

Baca juga: Tren Kasus Covid-19 Mulai Turun, Apakah Pertanda Aturan PPKM Bisa Dicabut?

Nadia menjelaskan, pelonggaran prokes seperti menjaga jarak dan menggunakan masker tak bisa dilakukan secara bersamaan.

Meskipun begitu, hal ini tiak menutup kemungkinan pelonggaran menjaga jarak dapat dilakukan dalam kegiatan tertentu, seperti ibadah.

Namun di samping pelonggaran itu, tetap dilakukan pencegahan penularan Covid-19.

"Seperti aktivitas di tempat ibadah karena kita mau memasuki Ramadan, mungkin jaga jarak sudah tidak dijadikan indikator."

"Sehingga kemudian jaga jarak ini bisa dikurangi tapi tetap dengan misalnya semua jemaah harus bawa sejadah," ujar dia.

Baca juga: Satgas Penanganan Covid-19 Minta Posko PPKM Mikro Tingkatkan Kinerja

Sementara soal kemungkinan melonggarkan penggunaan masker, Nadia mengatakan, hal itu bergantung pada situasi tren Covid-19.

Ia kembali menegaskan, pelonggaran akan dilakukan secara bertahap.

"Kita sesuaikan dengan tren daripada laju penularan tadi."

"Jadi kita tidak akan cepat-cepat melakukan pelonggaran protokol kesehatan tanpa menilai situasi ataupun kondisi yang ada," jelasnya.

Hal yang Harus Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat Indonesia Menuju Endemi

Diberitakan Tribunnews.com, Pakar Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan, salah satu hal yang harus dipikirkan oleh pemerintah pada masa transisi dari pandemi menuju endemi adalah soal biaya pengobatan pasien covid-19.

Jika sebelumnya pasien Covid-19 biaya pengobatannya menjadi tanggungan pemerintah alias gratis, maka saat masa transisi menuju endemi perlu dipikirkan alternatif pembiayaan lainnya.

"Ada juga sistem yang dipikirkan bagaimana pemerintah menyiapkan di masa transisi ini yang tadinya untuk orang sakit (Covid-19) ini aspek pembiayaan adanya orang sakit dalam pandemi kan ditanggung pemerintah."

"Masa transisi ini harus disiapkan apakah BPJS Kesehatan, atau apakah ada mekanisme lain seperti asuransi dan sebagainya."

"Lalu bagaimana dengan masyarakat miskin dan ini yang harus disiapkan di masa transisi," kata Dicky kepada Tribun, Selasa (8/3/2022).

Baca juga: Satgas Covid-19: Kasus Positif Covid-19, Tapi Angka Kematian Masih Meningkat

Baca juga: Wali Kota Bogor Tengok Kondisi Wakilnya Didie yang Jalani Isoman Karena Terkonfirmasi Covid-19 

Selain soal kesiapan alternatif pembiayaan pengobatan tersebut, Dicky juga menyebut beberapa hal yang harus dilakukan pada masa transisi.

Pertama soal cakupan vaksinasi yang memadai. Untuk varian Omicron tahapan aman adalah 90 persen untuk dua dosis dan setidaknya 50 persen untuk tiga dosis.

Kedua mengenai indikator epidemiologi. Angka reproduksinya kalau bisa di bawah 1, lalu test positivity ratenya harus di bawah 1 persen.

Kemudian hunian rumah sakit seharusnya tidak ada jika level aman. Kalaupun ada, jumlah BOR di bawah 10 persen.

Berikutnya angka kematian harusnya di bawah 1 persen atau setidaknya kasusnya di bawah 5 per 1 juta penduduk atau di masa transisi per 100 ribu penduduk.

Keempat mengenai kesiapan dari sisi individu atau masyarakat maupun lingkungan.

Bagaimana individu dan masyarakat melakukan personal protect seperti memakai masker, mencuci tangan, jika demam atau batuk tidak kerja.

"Harus adaptasi dengan budaya baru harus ada literasi, sadar jika ada teman positif (Covid-19) melakukan kontak harus menyadari segera isolasi mandiri," ujar Dicky.

Kemudian juga dengan sistem lingkungan dalam artian fisik bangunan, sanitasi lingkungan kantor, gedung, rumah sekaligus kualitas udara indoor dengan ventilasi yang baik.

"Gedung perkantoran AC harus hepa filter ada pertukaran udara luar dan dalam ini kan penyakit (Covid-19) menular via udara dan era transisi kita harus siapkan itu," ujar Dicky.

(Tribunnews.com/ Shella Latifa/Willy Widianto)

Baca berita soal virus corona lainnya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini